Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut transisi kekuasaan di Sudan membuat situasi sangat memprihatinkan. PBB akan terus memantau perkembangan situasi di Sudan itu.
Dilansir AFP, Jumat (12/11/2021) penguasa de facto Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan membubarkan pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Abdalla Hamdok akhir bulan lalu. Dia juga menahan para pemimpin sipil, yang memicu kecaman internasional.
Burhan menunjuk dewan transisi baru pada hari Kamis waktu setempat. Dewan itu tidak termasuk perwakilan dari blok utama yang menuntut transfer ke pemerintahan sipil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami jelas melihat perkembangan ini. Mereka sangat mengkhawatirkan. Kami ingin melihat kembalinya transisi secepat mungkin," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan.
"Kami ingin melihat pembebasan Perdana Menteri Hamdok serta semua politisi dan pemimpin lainnya yang telah ditahan," tambahnya.
Dewan Keamanan PBB bertemu secara tertutup di Sudan pada hari Kamis waktu setempat. Pertemuan itu telah dijadwalkan sebelumnya.
Dewan Keamanan PBB tidak mengeluarkan pernyataan bersama. Inggris, sebagai pihak yang menyerukan pertemuan itu, bahkan tidak berusaha untuk mengamankannya. Hal ini karena Rusia memberikan dukungan kepada Burhan.
Utusan dalam pertemuan itu mengatakan bahwa Moskow yakin Burhan diperlukan untuk menjaga stabilitas. Utusan itu tidak bersedia untuk disebutkan namanya.
"Kami tetap sangat prihatin dengan laporan tindakan sepihak lebih lanjut oleh militer, yang bertentangan dengan semangat dan surat deklarasi konstitusional," kata utusan Inggris untuk PBB, Barbara Woodward kepada wartawan setelah pertemuan.
Selama pertemuan itu, utusan khusus PBB untuk Sudan, Volker Perthes, menyebut dialog damai telah ditutup, "sangat jujur dalam penilaiannya bahwa jendela sekarang ditutup untuk dialog dan resolusi damai," kata Woodward.