Seorang anak perempuan berumur 11 tahun di Bolivia hamil akibat pemerkosaan. Kasusnya menjadi perhatian ombudsman hak asasi manusia d negara tersebut, yang menyatakan akan membantu korban untuk melakukan aborsi jika dia menginginkannya, meski dihalang-halangi oleh Gereja Katolik.
Seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (29/10/2021), dalam sebuah pernyataan, kantor ombudsman tersebut mengatakan bahwa bocah yang sedang hamil 21 minggu itu, telah diperkosa oleh kakek tirinya. Namun, dia telah dihalangi oleh gereja, staf medis, dan otoritas setempat untuk menggugurkan kandungannya, yang awalnya dia katakan ingin dia lakukan.
Badan tersebut menyatakan pihaknya akan "meluncurkan kembali prosedur sah penghentian kehamilan" tanpa campur tangan dari "keluarganya, badan, kelompok atau sektor agama mana pun."
Sebelumnya, pihak Gereja Katolik mengatakan minggu ini bahwa mereka telah memindahkan anak perempuan itu ke tempat penampungan. Pihak Gereja membela sikap anti-aborsinya.
"Manusia di dalam rahim tidak bisa disalahkan atas pelecehan terhadap ibunya. Satu kejahatan tidak diselesaikan dengan kejahatan lain," kata kantor Uskup Agung Santa Cruz dalam sebuah pernyataan.
Kantor PBB di Bolivia telah merujuk pihak berwenang ke pedoman internasional untuk perlindungan anak-anak perempuan "yang harus diterapkan secara komprehensif dan tepat waktu."
Kantor PBB tersebut menyatakan kehamilan anak perempuan itu membahayakan "tidak hanya hidupnya, kesehatannya dan rencana hidupnya, tetapi juga kesehatan mental dan emosionalnya."