Pasukan militer Sudan melakukan penangkapan para pejabat senior yang menjadi anggota sipil dewan penguasa Sudan dan menteri-menteri di pemerintahan transisi. Perdana Menteri (PM) Sudan Abdalla Hamdok ikut ditahan dalam apa yang disebut para aktivis sebagai "kudeta" tersebut.
Dilansir dari kantor berita AFP, Senin (25/10/2021), penahanan tersebut terjadi ketika ketegangan memuncak antara militer dan tokoh sipil yang berbagi kekuasaan sejak Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar Al-Bashir beberapa bulan sebelumnya.
Kementerian Informasi Sudan mengatakan bahwa layanan internet di seluruh negeri terputus dan jalan utama serta jembatan yang menghubungkan dengan ibu kota Khartoum ditutup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puluhan demonstran membakar ban mobil saat mereka berkumpul di jalanan ibu kota ketika melakukan protes terhadap aksi penahanan tersebut.
"Anggota sipil dari dewan kedaulatan transisi dan sejumlah menteri dari pemerintah transisi telah ditahan oleh pasukan militer gabungan," kata Kementerian Informasi Sudan dalam sebuah pernyataan di Facebook.
"Mereka telah dibawa ke lokasi yang tidak diketahui," imbuh kementerian.
Asosiasi Profesional Sudan, sebuah kelompok serikat pekerja yang menjadi pemimpin kunci dalam protes anti-Bashir tahun 2019, mengecam penahanan itu dengan menyebutnya sebagai "kudeta militer" dan mendesak para demonstran "untuk melawan dengan keras".
Perkembangan tersebut terjadi hanya dua hari setelah faksi Sudan yang menyerukan pengalihan kekuasaan ke pemerintahan sipil memperingatkan akan "kudeta menakutkan, selama konferensi pers yang berusaha dicegah oleh oknum tak dikenal.
Sudan telah mengalami transisi genting yang diperparah dengan perpecahan politik dan perebutan kekuasaan sejak penggulingan Bashir pada April 2019 lalu.
Sejak Agustus 2019, negara itu dipimpin oleh pemerintahan sipil-militer yang bertugas mengawasi transisi ke pemerintahan sipil penuh.
Tetapi blok sipil utama - Pasukan untuk Kebebasan dan Perubahan (FFC) - yang memimpin protes anti-Bashir pada 2019, telah terpecah menjadi dua fraksi yang berlawanan.
Ketegangan antara kedua belah pihak telah lama memanas, tetapi perpecahan meningkat setelah kudeta gagal pada 21 September tahun ini.
Pekan lalu puluhan ribu warga Sudan berbaris di beberapa kota untuk mendukung pengalihan kekuasaan penuh kepada warga sipil. Aksi ini digelar untuk menandingi aksi demonstran lainnya selama berhari-hari di luar istana presiden di Khartoum guna menuntut kembalinya "kekuasaan militer".