Memelas Nasib TKI Jadi Korban Kekerasan Staf KJRI Dibongkar Media AS

Round-Up

Memelas Nasib TKI Jadi Korban Kekerasan Staf KJRI Dibongkar Media AS

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 14 Okt 2021 05:00 WIB
Poster
Foto: Ilustrasi kekerasan pada perempuan (Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia yang menjadi korban kekerasan majikannya di Los Angeles, Amerika Serikat (AS). Majikan dari PRT itu diketahui bekerja sebagai staf Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di LA.

Kasus kekerasan ini diberitakan media terkemuka AS, The Washington Post. Seperti dilansir Rabu (13/10/2021), Laporan The Washington Post Magazine fokus membahas kisah para PRT asing yang dibawa ke AS oleh para majikan mereka yang merupakan diplomat atau pejabat organisasi internasional di bawah program visa khusus AS. Namun para PRT malah jadi korban penganiayaan di negeri Paman Sam.

Jurnalis The Washington Post Magazine mewawancarai PRT tersebut, penyedia layanan sosial, teman-teman korban, serta atas dasar pernyataan yang diberikan di bawah sumpah sebagai bagian dari pengajuan T-visa korban. Untuk diketahui, T-visa merupakan dokumen khusus yang diberikan kepada korban penyelundupan manusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

T-visa merupakan jenis visa non-imigran yang mengizinkan korban tetap tinggal di AS untuk membantu penyelidikan atau penuntutan kasus penyelundupan manusia.

Kronologi Sri Yatun Jadi PRT di AS

The Washington Post Magazine mempublikasikan laporannya pada 6 Oktober lalu. PRT asal Indonesia yang jadi korban kekerasan majikannya yang berstatus staf KJRI, disebut bernama Sri Yatun. Sri disebut tiba di AS tahun 2004 lalu.

ADVERTISEMENT

Visa A-3 untuk pekerja yang dipekerjakan para pejabat diplomatik asing. Sementara visa G-5 untuk para pekerja yang dipekerjakan staf organisasi internasional seperti Bank Dunia.

Secara khusus melekat pada majikan, visa itu memberikan para PRT izin kerja dan status imigrasi yang sah. Visa ini sangat berpengaruh, tapi juga bisa memungkinkan penyalahgunaan.

Kemampuan para PRT untuk tinggal secara legal di AS ada di tangan para majikan mereka, yang mungkin memiliki kekebalan diplomatik dari aturan hukum AS. Sementara banyak PRT yang memiliki hubungan saling menghormati dan mendalam dengan majikan mereka.

Ketidakseimbangan kekuasaan yang diberikan visa itu memicu berbagai persoalan, seperti kerja melampaui jam yang semestinya, upah kecil dan persoalan lebih buruk lainnya. Sri Yatun (32) menuturkan sang majikan saat memberitahunya bahwa dia akan bekerja tanpa upah selama empat bulan pertama hingga mereka pindah ke AS, informasi ini didasarkan pada keterangan Sri dan dokumen T-visa.

Dituturkan Sri bahwa staf KJRI itu menyebut upahnya akan digunakan untuk membayar pengajuan visa dan tiket pesawat ke AS. Saat itu Sri meyakinkan dirinya bahwa semuanya tidak akan sia-sia.

Kontrak bekerja di AS terlihat bagus yakni dengan upah US$ 400 per minggu per 40 jam. Dan tambahan US$ 13 per jam untuk lembur.

Simak berita lengkapnya di halaman berikutnya.

Simak Video: Dear Pak Jokowi, Ada TKI Sakit Minta Dipulangkan dari Irak

[Gambas:Video 20detik]



Sri Mengaku Diintimidasi

Setibanya di AS, Sri bekerja siang dan malam tanpa libur, masih menurut dokumen T-visa serta wawancara dengan tiga teman Sri dan seorang aktivis anti-perdagangan manusia asal Indonesia yang membantu Sri bertahun-tahun kemudian. Sri menuturkan bahwa dirinya kadang-kadang diberi upah US$ 50 hingga US$ 100 lebih dalam sebulan.

Semua ini dilakukannya sambil menanggung pelecehan verbal dan ancaman dari majikannya dan suami majikannya. Sri bercerita tentang emosi suami majikannya kerap meledak-ledak.

Sri juga pernah mendapat kekerasan secara verbal, bahkan pernah melemparkan remote control hingga mengenai kepalanya. Ketika Sri ingin pergi, sang majikan mengancam akan menjebloskannya ke penjara jika tanpa izin mereka.

Sri juga menyampaikan majikannya menakut-nakuti dengan menceritakan di AS banyak kasus penembakan massal dan anggota geng yang suka menculik wanita yang sendirian untuk dijual menjadi budak seks. Ketergantungan Sri pada majikannya, bukan hanya karena pekerjaan tapi juga status hukumnya, telah mengurungnya.

Hingga akhirnya dia menemukan paspornya yang disembunyikan majikannya. Saat itu Sri sendirian di rumah.

Usai melihat paspornya, dia menyadari visanya sudah kedaluwarsa.

Sri menuturkan dirinya sudah tiga tahun lebih meminta kepada majikannya untuk bisa melihat paspornya, karena khawatir jika visanya kedaluwarsa. Jika hal itu terjadi maka Sri terancam dideportasi, bahkan dilarang kembali ke AS.

Namun saat itu, menurut Sri, majikannya meyakinkannya bahwa perpanjangan visanya masih diproses. Menyadari visanya sudah kedaluwarsa dan tampaknya tidak diperpanjang, Sri marah dan memutuskan mengambil paspornya itu.

Sri Luntang-lantung di LA

Pada Juli 2007, Sri memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah majikannya, tanpa membawa uang dan tanpa rencana. Sri berkeliaran di jalanan Los Angeles sendirian hingga akhirnya bertemu seseorang yang menjadi penolongnya.

Majikan Sri, yang disebut oleh The Washington Post Magazine sebagai Cicilia Rusdiharini dan suaminya yang disebut bernama Tigor Situmorang. Mereka tidak merespons pesan-pesan yang dikirimkan The Washington Post Magazine untuk meminta tanggapan mereka.

Halaman 3 dari 2
(aud/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads