Aktivis Thailand Peringati Pembantaian 46 Mahasiswa Ditembak-Digantung

Aktivis Thailand Peringati Pembantaian 46 Mahasiswa Ditembak-Digantung

Mutia Safira - detikNews
Rabu, 06 Okt 2021 17:31 WIB
An anti-government protester waves a national flag as they gather for a demonstration to mark the 15-year anniversary of the 2006 military takeover in Bangkok on September 19, 2021, and urge the resignation of the current administration over its handling of the Covid-19 coronavirus crisis. (Photo by Jack TAYLOR / AFP)
ilustrasi demo di Thailand (Foto: AFP/JACK TAYLOR)
Jakarta -

Para aktivis Thailand hari ini, Rabu (6/10) memperingati peristiwa pembantaian brutal mahasiswa yang terjadi 45 tahun lalu. Dalam aksinya, para aktivis memercikkan darah palsu dan meletakkan jasad-jasad tiruan di lokasi kejadian.

Seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (6/10/2021), peristiwa pembantaian pada 6 Oktober 1976 oleh pihak berwenang dan milisi kerajaan menjadi titik hitam dalam sejarah Thailand.

Saat itu, sekitar 46 mahasiswa yang melakukan unjuk rasa ditembak dan dipukuli hingga tewas atau digantung di pohon ketika berkumpul di Universitas Thammasat di Bangkok. Unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa tersebut ditujukan untuk menentang kembalinya seorang diktator militer yang digulingkan tiga tahun sebelumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak ada yang pernah dimintai pertanggungjawaban atas pembantaian tersebut. Peringatan tahunan peristiwa tersebut dalam beberapa tahun terakhir mendapat perlawanan dari otoritas universitas. Begitu pula dengan tahun ini.

Acara peringatan hari ini awalnya dilarang, tetapi akhirnya diizinkan, dan menarik beberapa ratus orang termasuk tokoh-tokoh oposisi terkemuka.

ADVERTISEMENT

"Ketika berbicara tentang 6 Oktober... itu sesuatu yang negara, pihak konservatif, dan pemerintah ingin orang-orang melupakannya," kata Thanathorn Juangroongruangkit, tokoh oposisi ternama dari partai Future Forward yang dibubarkan tahun lalu.

"Mereka ingin menghapus peristiwa ini dari sejarah dan berpura-pura bahwa peristiwa ini tidak pernah terjadi," imbuhnya kepada AFP.

Nattawut Saikuar, pemimpin demonstrasi anti-pemerintah dalam beberapa bulan terakhir, menyatakan bahwa dia menghadiri peringatan ini sebagai solidaritas dengan para penyintas.

"6 Oktober adalah pertempuran untuk demokrasi yang masih diperjuangkan kelompok-kelompok lain", ujarnya kepada AFP. "Kami masih berjuang untuk menemukan jawaban," imbuhnya.

Salah satu penyintas, Sianming Saesue, yang masih ingat peristiwa tersebut menceritakan bagaimana dia dihujani banyak tembakan ketika mencoba mengalihkan perhatian tentara dari para mahasiswa yang melarikan diri. "Luka-lukanya membuat hidup saya sangat sulit," tuturnya kepada AFP sembari menunjuk bekas luka-luka pada tubuhnya.

"Tapi saya kuat secara mental. Saya terus mengatakan pada diri saya bahwa saya perlu berjuang untuk masa depan generasi mendatang dan melihat negara berubah menjadi lebih baik," tandasnya.

Halaman 2 dari 2
(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads