Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyatakan negaranya masih berniat membeli lebih banyak sistem pertahanan rudal S-400 dari Rusia. Langkah ini akan memperdalam perselisihan dengan Amerika Serikat (AS), sekutu Turki di NATO, dan berpotensi memicu sanksi-sanksi baru AS.
Seperti dilansir Reuters, Senin (27/9/2021),AS sebelumnya menyebut sistem pertahanan rudal S-400 dari Rusia memberikan ancaman bagi jet-jet tempur siluman F-35 milik AS dan bagi sistem pertahanan lebih luas milik NATO.
Turki menyatakan pihaknya tidak mampu mendapatkan sistem pertahanan udara dari sekutu-sekutu NATO dengan persyaratan yang memuaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di masa depan, tidak ada yang bisa mencampuri dalam hal sistem pertahanan seperti apa yang kami dapatkan, dari negara mana pada tingkat apa," ucap Erdogan dalam wawancara yang disiarkan program CBS News 'Face the Nation' pada Minggu (26/9) waktu setempat.
"Tidak ada yang bisa mencampuri itu. Kami menjadi satu-satunya pihak yang membuat keputusan semacam itu," imbuhnya.
AS diketahui telah menerapkan sanksi terhadap Direktorat Industri Pertahanan Turki, kepalanya yang bernama Ismail Demir dan tiga pegawainya pada Desember tahun lalu setelah Turki mendapatkan pasokan pertama rudal S-400 dari Rusia.
Pembicaraan terus berlanjut antara Rusia dan Turki soal pengiriman pasokan kedua, yang berulangkali dinyatakan AS hanya akan memicu sanksi-sanksi baru.
"Kami mendorong Turki pada setiap level dan kesempatan untuk tidak mempertahankan sistem S-400 dan menahan diri dari membeli perlengkapan militer tambahan dari Rusia," ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS saat ditanya soal komentar Erdogan.
"Kami terus memperjelas kepada Turki bahwa setiap pembelian persenjataan Rusia akan secara signifikan berisiko mengaktifkan sanksi-sanksi CAATSA 231 terpisah dari dan sebagai tambahan dari yang diterapkan pada Desember 2020," imbuhnya, merujuk pada Undang-undang Menangkal Musuh Amerika melalui Sanksi tahun 2017.
Erdogan diketahui akan bertemu Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Rabu (29/9) mendatang untuk membahas berbagai isu.