Para demonstran telah menghancurkan sekitar 12 menara telekomunikasi milik militer di Myanmar. Ini terjadi setelah pemerintah bayangan yang memproklamirkan diri di negara itu mengeluarkan seruan untuk "perang defensif" melawan junta militer.
Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan pada Februari lalu, memicu demonstrasi pro-demokrasi besar-besaran yang diikuti oleh tindakan keras militer dan pertempuran baru dengan milisi pemberontak etnis di daerah perbatasan.
Menurut pengamat lokal, lebih dari 1.000 warga sipil telah tewas dan hampir 8.000 ditangkap sejak kudeta militer tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diberitakan kantor berita AFP, Rabu (8/9/2021), para pengunjuk rasa mengatakan mereka menargetkan 11 menara ponsel milik militer, Mytel, salah satu dari empat jaringan seluler utama negara itu, di kota Budalin di wilayah Sagaing.
"Tujuan kami adalah menghancurkan bisnis militer. Bisnis mereka mendukung (mereka) untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Oleh karena itu, kami harus menghancurkannya," kata seorang warga yang terlibat dalam aksi itu kepada AFP.
Rekaman video dari media lokal menunjukkan ledakan di dasar salah satu menara diikuti oleh runtuhnya menara, dengan diiringi tepuk tangan dari penonton.
Sumber lokal mengatakan kepada AFP bahwa dua menara lainnya dihancurkan di tempat lain di wilayah Sagaing.
Aksi peledakan ini terjadi setelah seruan perlawanan dari apa yang disebut Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).