Inggris Akui Bicara dengan Taliban, Bahas Apa?

Inggris Akui Bicara dengan Taliban, Bahas Apa?

Novi Christiastuti - detikNews
Rabu, 01 Sep 2021 13:03 WIB
In front of a Taliban flag, Taliban spokesman Zabihullah Mujahid speaks at at his first news conference, in Kabul, Afghanistan, Tuesday, Aug. 17, 2021. For years, Mujahid had been a shadowy figure issuing statements on behalf of the militants. Mujahid vowed Tuesday that the Taliban would respect womens rights, forgive those who resisted them and ensure a secure Afghanistan as part of a publicity blitz aimed at convincing world powers and a fearful population that they have changed. (AP Photo/Rahmat Gul)
Ilustrasi -- Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, saat menggelar konferensi pers di Kabul usai kelompoknya menguasai Taliban (dok. AP/Rahmat Gul)
London -

Otoritas Inggris mengakui tengah melakukan pembicaraan langsung dengan kelompok Taliban. Pembicaraan yang digelar di Doha, Qatar, itu membahas soal jalur aman untuk warga Inggris dan sekutunya yang masih tertinggal di Afghanistan dan ingin dievakuasi.

Seperti dilansir AFP, Rabu (1/9/2021), pemerintah Inggris mengonfirmasi kepada AFP bahwa pihaknya mengerahkan pejabat senior, Simon Gass, untuk bertemu perwakilan Taliban di Doha.

Sebagian besar pemimpin dan tokoh senior Taliban diketahui mengasingkan diri di Doha hingga kelompok garis keras itu mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, menuai kritikan setelah terungkap ada banyak warga Afghanistan yang pernah membantu pasukan NATO -- dan memenuhi syarat untuk relokasi ke Inggris -- diyakini masih tertinggal di Afghanistan, di mana mereka terancam Taliban.

"(Gass) Bertemu dengan perwakilan senior Taliban untuk menggarisbawahi pentingnya jalur aman untuk keluar Afghanistan bagi warga Inggris, dan warga Afghanistan yang pernah bekerja dengan kita," ucap juru bicara pemerintah Inggris kepada AFP.

ADVERTISEMENT

Ini menjadi diplomasi pertama antara Inggris dan Taliban yang diungkap ke publik, setelah negara itu bergabung dengan Amerika Serikat (AS) dalam operasi evakuasi lebih dari 100.000 orang selama beberapa pekan terakhir usai Taliban berkuasa di Afghanistan.

Taliban sebelumnya berjanji akan mengizinkan warga Afghanistan datang dan pergi dari negaranya, di tengah seruan komunitas internasional agar kelompok itu menghormati komitmen yang disampaikannya sebelumnya.

Lebih dari 8.000 warga Afghanistan yang pernah membantu pasukan NATO telah dievakuasi dari negaranya, dan pemerintah Inggris menyatakan mereka bebas untuk tinggal selama mungkin di negara tersebut.

Namun kritikan menghujani pemerintah Inggris karena tidak mengevakuasi ratusan orang lainnya yang masih terjebak di Afghanistan.

Seorang menteri Inggris yang enggan disebut namanya, menuturkan kepada Sunday Times bahwa Inggris seharusnya bisa mengevakuasi '800-1.000 orang lainnya' dari Afghanistan.

Pemerintahan PM Johnson diketahui sempat mengupayakan perpanjangan batas waktu penarikan tentara asing, namun gagal membujuk Presiden AS Joe Biden.

Halaman 2 dari 2
(nvc/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads