Korea Utara (Korut) berada dalam ancaman sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebab, Korea Utara kembali mengaktifkan reaktor nuklirnya yang digunakan dalam pemrosesan produksi plutonium.
Dilansir AFP, Senin (30/8/2021) Badan energi atom Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut perkembangan tersebut 'sangat meresahkan'. Perkembangan di reaktor nuklir Yongbyon -- kompleks nuklir utama Korut -- mengindikasikan mereka sedang memperluas program senjata terlarangnya.
Perkembangan di reaktor nuklir ini terjadi saat perundingan nuklir Korut dan Amerika Serikat (AS) terhenti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa tahun yang lalu, dalam pertemuannya dengan Presiden AS, Donald Trump yang menjabat saat itu, pemimpin Korut, Kim Jong-Un, menawarkan untuk membongkar kompleks nuklir Yongbyon. Hal itu terjadi pada pertemuan kedua Trump dan Kim Jong-Un.
Tawaran itu sebagai imbalan untuk pencabutan sanksi AS. Akan tetapi tawaran itu pada akhirnya ditolak.
Korut Berada di Bawah Sanksi Internasional
Korut berada di bawah sanksi-sanksi internasional terkait program senjata nuklir dan rudal balistiknya. Proyek ini mengalami perkembangan pesat di bawah Kim Jong-Un.
"Sejak awal Juli, sudah ada indikasi, termasuk pembuangan air pendingin, yang konsisten dengan operasional reaktor," sebut badan energi atom PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), dalam laporan tahunannya.
Reaktor Yongbyon diyakini tidak aktif sejak Desember 2018 hingga laporan IAEA itu dirilis pada Jumat (27/8) lalu. Para pemeriksa IAEA telah diusir keluar dari Korut tahun 2009. Sehingga sejak saat itu pemantauan dilakukan dari luar Korut.
Dugaan diaktifkannya kembali reaktor nuklir Korut itu mengikuti indikasi terbaru bahwa Pyongyang juga menggunakan laboratorium radiokimia terdekat untuk memisahkan plutonium dari sisa bahan bakar yang sebelumnya dikeluarkan dari reaktor.
Dalam laporannya, IAEA menyebut pertanda reaktor dan laboratorium beroperasi kembali 'sangat meresahkan'. IAEA juga menegaskan bahwa aktivitas itu merupakan 'pelanggaran jelas' terhadap resolusi PBB.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataan terpisah, mengatakan bahwa AS mengetahui laporan IAEA itu. Selanjutknya AS melakukan koordinasi secara erat dengan negara-negara mitranya.
"Laporan ini menggarisbawahi keperluan mendesak untuk dialog dan diplomasi aga kita bisa mencapai denuklirisasi sepenuhnya di Semenanjung Korea," sebut pejabat senior AS itu.
Baca juga: Siapa Calon Kuat Pengganti Kim Jong-Un? |
Lihat juga video 'Kim Jong-un Kumpulkan Perwira Tinggi Militer':
AS Upayakan Dialog dengan Korut
AS mengatakan pihaknya terus mengupayakan dialog dengan Korea Utara. Sehingga AS bisa mengatasi aktivitas nuklir yang saat ini sedang dilakukan lagi oleh Korut.
"Kami terus mengupayakan dialog dengan DPRK (Korut-red) agar kami bisa mengatasi aktivitas yang dilaporkan ini dan serangkaian masalah terkait denuklirisasi," imbuhnya.
Utusan AS untuk Korut, Sung Kim, pekan lalu menegaskan kembali keinginannya untuk bertemu mitranya di Korut. Pertemuan itu bisa dilakukan 'di mana saja, kapan saja'.