Kelompok Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan, mengutuk serangan drone yang dilancarkan Amerika Serikat (AS) di wilayah permukiman Kabul. Taliban menyebut serangan semacam itu melanggar kedaulatan Afghanistan.
Seperti dilansir CNN, Senin (30/8/2021), AS kembali melancarkan serangan drone terhadap target kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) Khorasan atau ISIS-K pada Minggu (29/8) waktu setempat. AS menyebut serangan itu menargetkan kendaraan yang membawa 'banyak pengebom bunuh diri' dari ISIS-K.
Serangan drone AS dilancarkan terhadap target itu sebelum mereka menyerang proses evakuasi yang masih berlangsung di bandara Kabul. Pusat Komando AS sebelumnya menyatakan bahwa serangan drone di Kabul itu menargetkan 'ancaman segera ISIS-K terhadap Bandara Internasional Hamid Karzai'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru bicara Taliban, Bilal Kareemi, menuturkan kepada CNN bahwa 'tidak dibenarkan untuk melakukan operasi di dalam wilayah lain'. Kareemi juga menegaskan bahwa AS seharusnya memberitahu Taliban soal serangan semacam itu.
"Setiap kali AS melakukan operasi semacam itu, kami mengecam mereka," tegas Kareemi.
Dalam pernyataannya, militer AS meyakini anggota-anggota ISIS-K yang menjadi target telah tewas dalam serangan itu.
Namun pernyataan sejumlah saksi mata termasuk kerabat korban tewas, menyebut serangan AS menewaskan sembilan orang yang masih satu keluarga. Terdapat enam anak-anak di antara korban tewas itu.
Pernyataan Komando Pusat AS menegaskan pihaknya menyadari adanya laporan korban sipil dan masih menaksir dampak serangan drone itu.
Serangan drone AS di Kabul ini dilancarkan dua hari setelah serangan bom bunuh diri yang didalangi ISIS-K mengguncang gerbang bandara Kabul yang menewaskan lebih dari 180 orang, termasuk 13 tentara AS.
Pada Sabtu (28/8) waktu setempat, AS melancarkan serangan drone lainnya di Provinsi Nangahar, sebelah timur Kabul, yang diklaim menewaskan dua anggota ISIS-K.
Presiden Joe Biden sebelumnya bersumpah akan membalas serangan bom yang didalangi ISIS-K itu, dan pada Sabtu (28/8) waktu setempat, menyatakan bahwa serangan lainnya 'sangat mungkin terjadi'.