Sejarah Taliban vs Afghanistan Terkini
Pada 2018, Taliban terlibat pembicaraan dengan AS dan pada Februari 2020, kedua pihak bersepakat menandatangani kesepakatan damai di Doha yang berisi komitmen AS untuk menarik pasukan dan Taliban tak melakukan serangan pada pasukan AS.
Dalam kesepakatan itu, al-Qaeda atau militan lain juga tidak diizinkan beroperasi di area yang dikuasainya, dan melanjutkan perjanjian perdamaian nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun setahun setelah perjanjian itu diteken, Taliban terus menargetkan serangan ke pasukan keamanan Afghanistan dan dengan cepat menyerang berbagai wilayah di seluruh negeri hingga menduduki ibu kota Kabul dan membuat Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, meninggalkan Afghanistan dengan alasan menghindari pertumpahan darah.
Wakil Presiden Pertama Afghanistan, Amrullah Saleh, mengatakan dia berada di Afghanistan. Dia juga mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara yang sah setelah Ghani kabur.
![]() |
Puluhan ribu orang telah mencoba melarikan diri dari negara itu karena takut terhadap pemerintahan Islam garis keras yang diperkirakan bakal dilakukan Taliban. Mereka takut akan pembalasan langsung karena berpihak pada pemerintah yang didukung Barat yang berkuasa selama dua dekade terakhir.
Kekhawatiran itu tetap dirasakan warga Afghanistan meski Taliban berjanji akan melangsungkan rezim yang berbeda dibanding 20 tahun silam.
"Kalau soal ideologi, keyakinan, tidak ada bedanya, tapi kalau kita hitung berdasarkan pengalaman, kedewasaan, dan wawasan, pasti banyak perbedaannya," kata Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid.
"Semua yang berseberangan diampuni dari A sampai Z. Kami tidak akan membalas dendam," sambungnya.
Mujahid mengatakan pemerintah akan segera dibentuk tetapi hanya memberikan sedikit rincian. Dia hanya mengatakan Taliban akan terhubung dengan semua pihak.
Dia juga mengatakan Taliban berkomitmen membiarkan perempuan bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Tapi dia tidak menjelaskan aturan spesifik.
Menanggapi pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, pasukan oposisi anti-Taliban mengaku siap jika harus berperang jangka panjang dengan pasukan Taliban. Namun demikian, mereka juga terbuka jika Taliban mau bernegosiasi.
Juru bicara pasukan oposisi anti-Taliban, Ali Maisam Nazary memastikan persiapan itu dilakukan sejak Taliban menguasai Afghanistan usai mereka menyerang ibu kota Kabul. Menurutnya ribuan orang Afghanistan telah pergi ke Panjshir untuk bergabung dengan opsisi demi pertempuran dan tempat yang aman untuk melanjutkan hidup mereka.
Nazary menyebut tujuan utama pasukan Front Perlawanan Nasional adalah untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut di Afghanistan. Jika Taliban tetap tidak menyepakati negosiasi terkait sistem pemerintahan baru, maka dia menyebut pasukan oposisi akan memberikan mendeklarasikan perang.
"Syarat untuk kesepakatan damai dengan Taliban adalah desentralisasi - sebuah sistem yang menjamin keadilan sosial, kesetaraan, hak, dan kebebasan untuk semua," kata Nazary, kepala hubungan luar negeri NRF, menambahkan jika Taliban tidak setuju akan ada kesepakatan damai dengan Taliban, maka akan menjadi "konflik jangka panjang"
(izt/imk)