Wakil Presiden Afganistan, Amrullah Saleh menggandeng salah seorang tokoh dari Lembah Panjshir, Ahmad Massoud guna melawan Taliban. Ahmad Massoud merupakan putra dari Ahmad Shah Massoud, komandan mujahidin dan pahlawan Tajik dari Lembah Panjshir.
Dilansir dari Reuters, Ahmad Massoud diketahui kehilangan ayahnya saat berusia 12 tahun. Ayahnya dibunuh oleh wartawan gadungan yang membawa bom dalam bentuk kamera beberapa hari sebelum serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat. Ahmad Shah Massoud dikenal sebagai komandan Mujahidin yang menentang fundamentalisme yang diusung oleh Taliban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjuangan Ahmad Shah Massoud pun diteruskan oleh putranya. Ahmad Massoud kini dikenal sebagai tokoh Afghanistan yang menentang keras kesepakatan damai antara Amerika Serikat dan Taliban.
Ahmad Massoud kini berusia 32 tahun. Pemuda yang menjalani pendidikan keperwiraan oleh militer Inggris itu menawarkan wilayahnya sebagai benteng terakhir anti-Taliban.
Meskipun dia masih relatif baru dalam politik Afghanistan. Namun, aura nama ayahnya menambah bobot orasinya di negeri ini.
"Ini sangat rahasia. Itu terjadi di balik pintu tertutup," kata Massoud kepada Reuters dalam sebuah wawancara mengomentari perjanjian Taliban dan AS pada 6 September 2019 lalu.
"Kami melihat kesepakatan damai sebagai peluang besar, tetapi sayangnya cara mengelolanya mengecewakan," kata Massoud. "Kami ingin melihat kejelasan, kami ingin melihat orang-orang dari seluruh negeri terlibat di dalamnya."
Berbicara setelah sekitar 10.000 pendukungnya berunjuk rasa di makam ayahnya di Lembah Panjshir, komentar Massoud mencerminkan kecurigaan soal perjanjian itu.
Dia menilai kesepakatan itu akan membuat ribuan tentara AS ditarik sebagai imbalan atas janji Taliban untuk tidak membiarkan Afghanistan digunakan sebagai pangkalan untuk serangan di masa depan terhadap Amerika Serikat dan sekutunya.
Massoud juga yakin bahwa perubahan status negara Afghanistan hanya bisa dilakukan melalui referendum.
"Bagi kami, Republik Islam Afghanistan adalah garis merah kami," kata Massoud, seraya menambahkan bahwa setiap perubahan status negara hanya dapat dilakukan melalui referendum.
Banyak yang khawatir tentang perpecahan di sepanjang garis etnis dan regional, dengan Tajik dan Hazara yang berbahasa Persia dari utara dan barat melawan Pashtun selatan dan timur. Kenangan perang saudara tahun 1990-an sangat jelas, maka dari itu, Massoud tak ingin melihat perang pecah lagi.
"Kami tidak ingin melihat perang lagi pecah," kata Massoud. "Perdamaian ini harus mengakhiri perang sekaligus."
Simak video 'Momen Demonstran Anti-Taliban Dihujani Tembakan di Afghanistan':
Opisisi Taliban Bersiap
Menurut laporan yang belum terkonfirmasi, oposisi anti-Taliban pada Rabu (18/8) mulai berekspansi keluar dari Lembah Panjshir dan menduduki distrik Charikar, tak jauh dari Bagram, bekas pangkalan militer AS di utara Kabul.
Berbagai media mengabarkan, kelompok minoritas Hazara juga mulai berdatangan ke lembah Panjshir untuk mencari perlindungan.
"Saya tidak akan mengecewakan jutaan orang yang masih mau mendengar saya. Saya tidak akan pernah hidup di bawah satu langit dengan Taliban. Tidak akan," tulis Amrullah Saleh via Twitter pada Minggu (15/8), jelang jatuhnya ibu kota Kabul ke tangan Taliban.
Lembah Panjshir yang diapit menara batu khas pegunungan Hindu Kush punya reputasi anker sebagai benteng alam yang tidak bisa ditembus. Kondisi geografisnya membuat seisi lembah mudah dipertahankan dengan jumlah pasukan yang kecil.
Kawasan etnis Tajik yang berjarak 100 km dari ibu kota Kabul itu dulu melindungi Mujahiddin Afganistan dari gempuran Uni Sovyet pada dekade 1970an, dan kini dijadikan markas baru sisa koalisi anti-Taliban.
Bahkan selama era Republik Islam Afganistan, kawasan ini diakui sebagai yang paling aman, di mana warga asing bisa berkegiatan di luar tanpa dikawal pasukan bersenjata.
"Kami tidak akan membiarkan Taliban memasuki Panjshir, dan akan melawan dengan semua daya dan upaya," kata seorang warga lokal kepada AFP.