Pemerintah Sri Lanka menolak seruan lockdown untuk meminimalisir penyebaran virus Corona (COVID-19). Usul itu muncul setelah terjadi lonjakan kasus dan kematian akibat Corona di Sri Lanka.
Dilansir dari AFP, Selasa (10/8/2021), Juru Bicara Pemerintah dan Menteri Media Sri Lanka Keheliya Rambukwella, menyatakan negara di Asia Selatan itu belum mencapai tahap kritis. Padahal, ada 100 kasus kematian per hari.
"Jam malam atau penguncian adalah pilihan terakhir, tetapi kami belum sampai di sana," kata Rambukwella.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Target kami adalah membuat semua orang yang berusia di atas 18 tahun divaksinasi pada bulan September dan setelah itu (takdir) berada di tangan para dewa," jelasnya.
Asosiasi Medis Sri Lanka (SLMA) menerbitkan seruan yang dinamakan 'peringatan terakhir' kepada pemerintah Sri Lanka. Seruan itu berisi pemerintah Sri Lanka harus membuat kebijakan yang dapat membatasi pergerakan orang.
"Kami telah memberikan peringatan terakhir kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah mendesak untuk mengunci setidaknya selama dua minggu," kata juru bicara SLMA.
Menteri Kesehatan Sri Lanka, Channa Jayasumana, mengatakan Corona varian delta merupakan biang kerok dari lonjakan kasus Corona di sana. Dia menyebut varian delta sebagai 'bom kuat yang meledak di Kolombo dan menyebar di tempat lain'.
Pada Jumat (6/8), pemerintah Sri Lanka memperketat beberapa pembatasan, yakni dengan melarang upacara kenegaraan dan pertemuan publik hingga 1 September. Tetapi, sebagian besar aktivitas di sektor ekonomi diperbolehkan mulai dari toko, restoran, kantor. Transportasi umum juga masih beroperasi.
Diketahui, jumlah kematian mencapai rekor, yakni 111 kasus pada hari Senin (9/8) dengan rata-rata kasus harian dalam seminggu terakhir melewati 100 kasus. Angka ini lebih dari dua kali lipat rata-rata kasus harian pada minggu sebelumnya, yaitu 40 kasus.
Jumlah infeksi juga meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi hampir 3.000 kasus pada minggu ini.
(isa/haf)