Washington DC -
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, dan Perdana Menteri (PM) Irak, Mustafa al-Kadhimi, menandatangani perjanjian yang secara resmi mengakhiri misi tempur AS di wilayah Irak pada akhir tahun ini. Perjanjian ini disepakati lebih dari 18 tahun setelah tentara AS dikirimkan ke Irak.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (27/7/2021), nyaris bersamaan dengan penarikan tentara AS dari Afghanistan pada akhir Agustus mendatang, Biden menuntaskan misi-misi tempur AS dalam dua perang yang dimulai pada era pemerintahan Presiden George W Bush.
Pada Senin (26/7) waktu setempat, Biden dan Kadhimi bertemu di Ruang Oval, Gedung Putih, Washington DC, untuk melakukan pembicaraan empat mata pertama mereka sebagai bagian dari dialog strategis antara AS dan Irak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski misi tempur diakhiri, militer AS masih akan melanjutkan kerja sama kontraterorisme dengan Irak.
"Peran kami di Irak akan ... tersedia, untuk terus melatih, membantu, menolong, dan menangani ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) saat kemunculannya, tapi kami tidak akan, pada akhir tahun, terlibat dalam misi tempur," tutur Biden kepada wartawan saat dirinya dan Kadhimi bertemu.
Saat ini disebut masih ada 2.500 tentara AS di Irak yang fokus melawan sisa-sisa militan ISIS. Peran AS di Irak akan bergeser sepenuhnya kepada pelatihan dan memberikan nasihat pada militer Irak untuk mempertahankan diri.
Pergeseran ini diperkirakan tidak akan berdampak besar karena AS sudah mulai menggerakkan fokus pada pelatihan tentara Irak.
Koalisi pimpinan AS menginvasi Irak pada Maret 2003 dengan didasarkan pada tuduhan bahwa pemerintahan mendiang Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Saddam telah dilengserkan dari kekuasaan, tapi senjata semacam itu tidak pernah ditemukan di Irak.
Beberapa tahun terakhir misi AS didominasi membantu untuk mengalahkan militan ISIS di Irak dan Suriah.
"Tidak akan ada yang menyatakan misi tercapai. Targetnya adalah kekalahan abadi ISIS," tegas seorang pejabat pemerintahan senior AS yang enggan disebut namanya, kepada wartawan setempat.
Tidak disebutkan lebih lanjut berapa jumlah tentara AS yang akan tetap berada di Irak untuk membantu pelatihan dan memberikan saran.
Kadhimi dipandang lebih bersahabat dengan AS dan berupaya mengendalikan kekuasaan atas milisi pro-Iran di wilayah Irak. Namun pemerintahannya mengecam serangan udara AS terhadap para milisi pro-Iran di sepanjang perbatasan Suriah pada Juni lalu, dengan menyebutnya pelanggaran kedaulatan Irak.
Perjanjian AS-Irak yang baru ditandatangani itu disebut juga akan mengatur sejumlah perjanjian non-militer terkait kesehatan, energi dan isu lainnya.
AS disebut berencana menyalurkan 500.000 dosis vaksin virus Corona (COVID-19) buatan Pfizer-BioNTech ke Irak, di bawah program berbagi vaksin global, COVAX. Biden menyebut pasokan vaksin Corona akan tiba di Irak dalam beberapa pekan ke depan.
Tidak hanya itu, AS juga akan memberikan dana bantuan US$ 5,2 juta untuk membantu pendanaan misi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk memantau pemilu Irak pada Oktober mendatang.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini