Dilansir AFP, topi tersebut mulai dijual pada bulan September 2020. Hal tersebut dikatakan juru lelang Sotheby's.
Topi tersebut berwarna hitam. Topi itu bersudut dua yang sangat khas sekali dengan Napoleon Bonaparte.
Topi tersebut diyakini dipakai Napoleon ketika memenangkan pertempuran melawan pasukan Prusia dan Rusia. Selain itu, Napoleon juga diyakini memakai topi tersebut ketika menandatangani amnesti dengan Tsar Rusia Alexander I yang dikenal sebagai Perjanjian Tilsit.
Pada tahun 2014 yang lalu, topi Napoleon lainnya juga terjual US $2,2 juta atau sekitar Rp 25 miliar lewat lelang di sebuah balai lelang di pinggiran ibu kota Prancis, Paris.
Harga itu hampir lima kali lebih tinggi dari perkiraan dan dibeli oleh seorang kolektor asal Korea Selatan.
Napoleon merupakan sosok yang sangat lekat dengan Prancis. Namun, sejumlah pandangan menilai Napoleon sebagai karakter yang negatif dan paling berpengaruh dalam memecah belah sejarah bangsa tersebut.
Baca juga: Hikayat Orang Jawa di Kaledonia Baru |
Presiden Prancis Emmanuel Macron yang memimpin langsung peringatan 200 tahun kematian Napoleon pada bulan Mei lalu, mengatakan "Beberapa takdir telah membentuk begitu banyak kehidupan di luar kehidupan mereka sendiri" dan mengatakan Napoleon adalah "bagian dari kita'.
Sejumlah warga menyerukan Macron untuk memboikot peringatan tersebut. Mereka beralasan Napoleon adalah sosok yang menciptakan sistem perbudakan lahir kembali di wilayah penjajahan Prancis pada tahun 1802.
Meski banyak tekanan dari berbagai pihak, Macron tetap memberi penghormatan kepada kontribusi besar Napoleon kepada negara Prancis. Mulai dari birokrasi modern, sekolah, dan sistem hukum. Macron juga menyebut keputusan Napoleon untuk mengembalikan sistem perbudakan sebagai 'kesalahan'.
Lihat juga Video: Jaket "Rhythm Nation" Milik Janet Jackson Terjual Rp 1,1 Miliar
(isa/isa)