Pemerintah China berang dan menuding negara-negara G7 melakukan "manipulasi politik" setelah mengkritik Beijing atas catatan hak asasi manusianya di Xinjiang dan Hong Kong.
Dalam sebuah pernyataan bersama setelah pertemuan puncak selama tiga hari di Inggris, para pemimpin G7 mengecam China atas pelanggaran terhadap minoritas di wilayah Xinjiang dan aktivis pro-demokrasi di Hong Kong. Presiden Amerika Serikat Joe Biden pun menyerukan Beijing untuk "mulai bertindak lebih bertanggung jawab dalam hal norma internasional tentang hak asasi manusia".
Seperti diberitakan kantor berita AFP, Senin (14/6/2021), Kedutaan China di Inggris menanggapi dengan marah pernyataan G7 tersebut dan menyebut G7 "ikut campur".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kelompok Tujuh (G-7) mengambil keuntungan dari isu-isu terkait Xinjiang untuk terlibat dalam manipulasi politik dan mencampuri urusan dalam negeri China, yang kami tolak dengan tegas," kata juru bicara Kedutaan China di Inggris dalam sebuah pernyataan.
Dalam pernyataannya, juru bicara Kedutaan China menuding G7 melakukan "kebohongan, rumor dan tuduhan tak berdasar".
Sebelumnya, kelompok-kelompok HAM mengatakan otoritas China telah mengumpulkan sekitar satu juta orang Uighur dan warga minoritas lainnya di Xinjiang dalam kamp-kamp interniran, yang menurut Beijing adalah untuk memberantas ekstremisme Islam.
"Kami akan mempromosikan nilai-nilai kami, termasuk dengan menyerukan kepada China untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental," demikian bunyi komunike G7.
Dalam KTT G7 ini, para pemimpin dari tujuh negara besar mengumumkan sejumlah janji tentang vaksinasi COVID-19, perubahan iklim, hak-hak dan perdagangan.
Mereka juga menyerukan penyelidikan baru di China tentang asal-usul virus Corona -- yang memicu tanggapan dari Kedutaan China bahwa penyelidikan itu perlu dilakukan dengan "cara ilmiah, objektif dan adil", tanpa menyetujui penyelidikan baru.
"Epidemi saat ini masih berkecamuk di seluruh dunia, dan pekerjaan penelusuran harus dilakukan oleh ilmuwan global dan tidak boleh dipolitisasi," kata Kedutaan China.
Virus corona pertama kali muncul di Wuhan, China pada akhir 2019, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirim tim ahli internasional pada Januari untuk menyelidiki asal-usulnya.
Tetapi laporan mereka yang telah lama tertunda, yang diterbitkan pada bulan Maret lalu tidak menarik kesimpulan tegas. Penyelidikan tersebut menuai kritik karena kurangnya transparansi dan akses.