Otoritas junta militer Myanmar telah mendakwa 19 dokter pemerintah, termasuk seorang Direktur Kementerian Kesehatan, beberapa petugas medis dan spesialis di seluruh negeri, dengan tuduhan terlibat mendukung gerakan pembangkangan sipil (CDM) untuk memprotes kudeta.
Seperti dilansir media lokal The Irrawaddy, Rabu (14/4/2021), para dokter itu berasal dari rumah sakit pemerintah di berbagai wilayah seperti Naypyitaw, Yangon, Mandalay, Sagaing dan Tanintharyi, serta negara bagian Shan dan Kachin.
Junta militer Myanmar menuduh para dokter itu menghasut tenaga kesehatan pemerintah untuk ikut serta dalam CDM. Para dokter juga dituduh mendukung Komisi Perwakilan Pyidaungsu Hluattaw (CRPH), yang telah dinyatakan sebagai kelompok yang melanggar hukum oleh rezim militer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CRPH didirikan oleh anggota parlemen dari Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang menang secara demokratis dalam pemilihan November 2020, tetapi digulingkan dalam kudeta militer pada 1 Februari lalu.
Disebutkan bahwa sedikitnya 19 dokter Myanmar itu didakwa atas Pasal 505 (a) Undang-undang Pidana setempat. Mereka terancam hukuman tiga tahun penjara jika terbukti bersalah, menurut amandemen Pasal 505 (a) yang dibuat oleh junta militer sejak kudeta.
Para dokter menjadi sasaran rezim militer sejak ratusan tenaga kesehatan dari Yangon dan Mandalay memprakarsai CDM pada 3 Februari lalu. Meski begitu, para dokter kerap memberikan pengobatan gratis di klinik swasta dan klinik setempat.
Sekitar ratusan ribu staf pemerintah dan pekerja dari sektor swasta di seluruh Myanmar diketahui bergabung dengan CDM, yang membuat banyak kantor pemerintah, kementerian, rumah sakit dan bank ditinggalkan begitu saja atau ditutup.
Juru bicara junta militer Myanmar, Brigjen Zaw Min Tun, menuduh para dokter melakukan pembunuhan keji karena mereka berhenti bekerja di rumah sakit pemerintah.