Mantan Putra Mahkota Yordania, Pangeran Hamzah bin Hussein, menegaskan dirinya tidak akan mematuhi perintah militer untuk tidak berkomunikasi dengan dunia luar setelah dia ditempatkan dalam status tahanan rumah. Dia juga menegaskan tidak akan mematuhi perintah untuk membatasi pergerakannya.
Seperti dilansir AFP, Senin (5/4/2021), pemerintah Yordania menuduh Pangeran Hamzah terlibat dalam konspirasi penghasutan untuk 'mendestabilisasi keamanan Kerajaan' Yordania.
Pangeran Hamzah ditempatkan dalam tahanan rumah dan otoritas Yordania menahan 16 orang lainnya dalam kasus yang sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pangeran Hamzah (41) yang merupakan saudara tiri Raja Abdullah II ini menuturkan dirinya diperintahkan untuk tetap tinggal di dalam istananya di Amman. Namun, dia bersumpah akan melawan perintah yang membatasi kebebasan pergerakannya.
"Saya tidak ingin mengambil langkah dan melakukan eskalasi sekarang, tapi tentu saya tidak akan mematuhi ketika mereka mengatakan Anda tidak bisa pergi keluar, Anda tidak boleh nge-tweet, Anda tidak bisa berkomunikasi dengan orang-orang, Anda hanya diperbolehkan melihat keluarga Anda," tegas Pangeran Hamzah dalam rekaman audio yang diposting ke Twitter pada Minggu (4/4) tengah malam waktu setempat.
Rekaman audio itu juga disebarkan kepada teman dan kerabat Pangeran Hamzah.
Pangeran Hamzah yang dilucuti dari gelar Putra Mahkota Yordania oleh Raja Abdullah II pada tahun 2004 lalu, membantah telah melakukan konspirasi, tetapi menuduh para pemimpin Yordania tidak mampu menjalankan pemerintahan dan melakukan korupsi.
Simak video 'Eks Putra Mahkota Yordania Jadi Tahanan Rumah, Ada Apa?':
Dalam dua video yang dirilis ke BBC, Pangeran Hamzah mengklaim bahwa dirinya ditempatkan dalam tahanan rumah oleh tokoh militer paling senior Yordania, Jenderal Youssef Huneiti.
Dalam rekaman audio terbaru, Hamzah juga menyatakan bahwa: "Ketika kepala staf gabungan datang dan memberitahu Anda hal ini, ini sedikit ... Saya pikir ini sedikit tidak bisa diterima."
Sementara itu, ibunda Pangeran Hamzah, Ratu Nur yang lahir di Amerika Serikat, menyatakan dirinya mendoakan anaknya yang dia sebut sebagai korban tak bersalah dari 'fitnah jahat'.