Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar teori yang menyebut pandemi virus Corona (COVID-19) dipicu oleh kebocoran dalam laboratorium di China diselidiki lebih mendalam. Seruan disampaikan meski laporan pakar WHO menyebut teori itu 'sangat tidak mungkin' terjadi.
Seperti dilansir AFP, Rabu (31/3/2021), seruan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, saat mengomentari laporan misi internasional WHO yang ditugaskan menyelidiki asal-usul virus Corona dan bagaimana virus itu pertama kali menginfeksi manusia.
Diketahui bahwa laporan yang disusun oleh para pakar internasional yang ditunjuk WHO dan mitra-mitranya dari China itu, menegaskan bahwa kemungkinan besar virus Corona berpindah dari kelelawar ke manusia melalui hewan perantara, yang tidak disebut jenisnya lebih lanjut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan itu juga menilai hipotesis soal kebocoran dalam laboratorium sebagai hal yang 'sangat tidak mungkin'.
Namun, Tedros mendorong para penyidik untuk menyelidiki lebih dalam dan lebih lanjut soal teori kebocoran dalam laboratorium tersebut.
"Meskipun tim telah menyimpulkan bahwa kebocoran laboratorium merupakan hipotesis yang paling kecil kemungkinannya, ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut, berpotensi dengan misi tambahan yang melibatkan pakar spesialis, yang siap saya kerahkan," ucap Tedros dalam pernyataannya.
Lebih lanjut, Tedros menyebut laporan yang lama tertunda itu telah 'meningkatkan pemahaman dalam hal-hal penting'. Namun Tedros juga menegaskan bahwa laporan itu 'memicu pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut yang perlu ditangani oleh studi lebih lanjut'.
Dalam pernyataannya, Tedros juga menyuarakan keprihatinan bahwa tim pakar internasional telah 'mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mengakses data mentah' selama berada di China.
"Saya berharap studi kolaboratif di masa depan mencakup pembagian data yang lebih tepat waktu dan komprehensif," cetusnya.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) dan 13 negara lainnya dalam pernyataan gabungan melontarkan kritikan atas tertundanya laporan WHO itu dan menyesalkan kurangnya akses data untuk WHO karena China menolak memberikan data.
"Sama pentingnya bagi kami untuk menyuarakan keprihatinan bersama bahwa studi yang dilakukan pakar internasional tentang asal-usul virus SARS-CoV-2 ditunda secara signifikan dan mereka tidak memiliki akses ke data dan sampel yang lengkap dan asli," kata pernyataan gabungan itu.
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh pemerintah Australia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Israel, Jepang, Latvia, Lituania, Norwegia, Republik Korea, Slovenia, Inggris Raya, dan AS.
Menurut salah satu tim penyelidik WHO, diketahui China menolak memberikan data mentah tentang kasus awal COVID-19 kepada tim peneliti. Penolakan itu berpotensi kian mempersulit upaya mencari tahu bagaimana pandemi global dimulai.
Pernyataan bersama negara-negara tersebut mendukung studi lebih lanjut tentang hewan untuk menemukan bagaimana virus itu menular ke manusia, dan menyerukan komitmen baru dari WHO dan negara-negara anggota untuk akses, transparansi, dan ketepatan waktu.
"Sangat penting bagi para ahli independen untuk memiliki akses penuh ke semua data terkait manusia, hewan, dan lingkungan, penelitian, dan personel yang terlibat dalam tahap awal wabah untuk menentukan bagaimana pandemi ini muncul," kata pernyataan itu.