Anak-anak yang berusia dibawah 10 tahun menghasilkan lebih banyak antibodi untuk merespons infeksi virus Corona daripada remaja dan orang dewasa. Hal itu disampaikan dalam sebuah penelitian dari Weill Cornell Medicine, Amerika Serikat pada Senin (22/3).
Seperti dilansir AFP, Selasa (23/3/2021) para penulis studi yang muncul di JAMA Network Open tersebut, mengatakan temuan itu membantu menjelaskan mengapa anak-anak tidak serentan orang dewasa terkait kasus COVID-19.
Antara April-Agustus 2020, para peneliti di Weill Cornell Medicine memeriksa hampir 32.000 tes antibodi dari New York City. Mereka menemukan bahwa jumlah yang sama dari 1.200 anak-anak dan 30.000 orang dewasa menunjukkan tanda-tanda infeksi di masa lalu - dengan masing-masing 17 persen dan 19 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para ilmuwan kemudian memeriksa sebagian pasien yang dites positif - 85 anak-anak dan 3.648 orang dewasa - untuk menentukan tingkat antibodi imunoglobulin G (IgG). Tes ini adalah kunci dari antibodi "penetralisir" yang mengikat protein lonjakan virus, dan mencegahnya menyerang sel-sel di dalam tubuh.
Sekitar 32 anak (berusia 1-10 tahun) menunjukkan tingkat median IgG hampir lima kali lebih tinggi daripada 127 orang dewasa muda (berusia 19-24 tahun).
Para peneliti kemudian berfokus pada bagian dari 126 pasien positif (berusia 1- 24 tahun), yang tak pernah mengalami COVID-19 parah, untuk lebih menentukan respons antibodi. Dalam kelompok terakhir ini, anak-anak (berusia 1-10 tahun) rata-rata memiliki lebih dari dua kali tingkat antibodi IgG dibanding remaja (berusia 11-18 tahun), yang juga memiliki lebih dari dua kali lipat tingkat rata-rata orang dewasa muda (berusia 19-24 tahun).
"Temuan kami menunjukkan bahwa perbedaan dalam manifestasi klinis COVID-19 pada pasien anak-anak dibandingkan dengan pasien dewasa mungkin sebagian disebabkan oleh respons kekebalan terkait usia," demikian keterangan yang ditulis dalam hasil penelitian.
Simak juga video 'Daftar 10 Wilayah Zona Merah Corona di Indonesia':
Sebuah tulisan yang diterbitkan Nature Communications bulan lalu oleh para peneliti Australia menemukan anak-anak memiliki kekebalan "bawaan" yang lebih aktif.
Teori lain mengatakan anak-anak memiliki lebih sedikit reseptor sel di saluran pernapasan mereka, yang disebut 'ACE2', yang digunakan virus Corona untuk masuk ke sel manusia.
Salah satu hasil paradoks dari penelitian baru bahwa tingkat antibodi terendah terjadi pada orang dewasa muda. Antibodi itu meningkat lagi seiring bertambahnya usia - terlepas dari kenyataan bahwa kita tahu orang tua lebih rentan.
Para penulis mengakui bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya menjelaskan temuan hal ini.
Obesitas, yang merupakan faktor risiko utama untuk COVID-19 yang parah, dikaitkan dengan fenomena yang disebut "badai sitokin" di mana sistem kekebalan tubuh mengalami overdrive dan merusak organ.