Ancaman Wakil Presiden versi parlemen 'bayangan' Myanmar digaungkan usai junta militer terus melakukan tindak kekerasan terhadap demonstran. Wapres Mahn Win Khaing Than menyerukan kepada masyarakat Myanmar untuk terus melawan dan akan mengakhiri kudeta yang dimulai sejak 1 Februari lalu.
Diketahui sejumlah anggota parlemen yang kini bersembunyi, telah membentuk "parlemen bayangan" yang disebut Komite untuk Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) untuk mengecam rezim militer. CRPH menunjuk Mahn Win Khaing Than sebagai wakil presiden mereka.
Saat penentangan jam malam nasional dilakukan para demonstran, melalui postingan di halaman Facebook CRPH pada Sabtu (13/3) malam waktu setempat, Than menyerukan untuk terus memprotes "kediktatoran tidak adil" rezim militer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini saat tergelap bangsa dan cahaya menjelang fajar sudah dekat," kata Mahn Win Khaing Than seperti dilansir AFP, Minggu (14/3/2021).
"Ini juga merupakan momen untuk menguji warga Myanmar untuk melihat seberapa jauh kita dapat melawan masa-masa paling kelam ini," imbuh politisi NLD yang juga menjabat sebagai juru bicara DPR selama pemerintahan Suu Kyi sebelumnya.
Penampilan Than dalam video postingan Facebook itu menjadi pidato pertamanya sebagai wapres CRPH. Ia menggemakan seruan gerakan anti-kudeta untuk "demokrasi federal" - yang akan memungkinkan kelompok etnis minoritas memiliki peran dalam pemerintahan Myanmar.
"Pemberontakan ini juga merupakan kesempatan bagi kita semua untuk berjuang bersama bergandengan tangan untuk mendirikan persatuan demokrasi federal yang kita semua telah lama inginkan," kata Than.
"Demokrasi federal ... sedang menunggu kita dalam waktu dekat jika kita bergerak maju bersama dengan tak terkalahkan," kata Mahn Win Khaing Than.
"Kita harus memenangkan pemberontakan ini."
Menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, Than bersama dengan sekutu utama Suu Kyi lainnya telah ditempatkan di bawah tahanan rumah sejak kudeta 1 Februari lalu.
Sejak dibentuk, CRPH telah mengeluarkan beberapa pernyataan. Diketahui sebagian besar gerakan protes di Myanmar tidak memiliki pemimpin - dengan demonstrasi harian yang diorganisir oleh aktivis lokal.
Junta militer yang mengetahui pembentukan CRPH, merespon dengan mengatakan gerakan itu ilegal. Pembentukan CRPH disebut mirip dengan "pengkhianatan tingkat tinggi", yang membawa hukuman maksimal 22 tahun penjara.