Pemerintah junta militer Myanmar menghapus kelompok pemberontak Tentara Arakan (AA) di wilayah Rakhine dari daftar teroris. Penghapusan dilakukan karena kelompok itu telah menghentikan serangan dan bertujuan untuk mewujudkan perdamaian di wilayah rawan konflik tersebut.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (11/3/2021), langkah ini diambil saat junta militer berupaya menekan unjuk rasa antikudeta yang digelar setiap hari dan semakin meluas di berbagai wilayah Myanmar.
Kelompok Tentara Arakan memperjuangkan otonomi di wilayah Rakhine dan selama dua tahun terakhir menjadi salah satu kelompok paling sengit yang terlibat pertempuran dengan militer Myanmar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Tentara Arakan masuk ke dalam daftar kelompok teroris sejak tahun lalu di bawah pemerintahan Aung San Suu Kyi, yang kini ditahan junta militer Myanmar.
"Penetapan kelompok ini sebagai kelompok teroris dicabut mulai 11 Maret 2021," demikian laporan media Myanmar, Mirror Daily, yang dikelola negara.
Disebutkan Mirror Daily bahwa pencabutan dilakukan setelah Tentara Arakan mengakhiri serangan dan adanya visi junta militer untuk membangun 'perdamaian abadi secara nasional'.
Dalam tanggapannya, juru bicara Tentara Arakan, Khine Thu Kha, menyambut baik keputusan junta militer Myanmar tersebut. Tentara Arakan diketahui menyepakati gencatan senjata sementara sejak November tahun lalu.
Simak video 'Junta Militer Myanmar Tuduh Aung San Suu Kyi Terima Suap Rp 8,5 M':
Dituturkan Khine bahwa Rakhine mengalami kekerasan selama bertahun-tahun dan penghapusan penetapan sebagai kelompok teroris adalah hal positif.
"Pengumuman ini mungkin tidak menyelesaikan masalah seluruh negara, tapi akan menjadi awal untuk menyelesaikan masalah di wilayah Rakhine. Jadi kami menyambut baik," ucap Khine dalam pesan audio kepada Reuters.
Beberapa dari puluhan kelompok etnis bersenjata di Myanmar mengkritik kudeta yang dilakukan militer dan bahkan menunjukkan dukungan terhadap demonstran antikudeta. Namun kelompok-kelompok bersenjata itu tidak meningkatkan aksi mereka maupun meninggalkan kesepakatan gencatan senjata.
Tentara Arakan tidak menyuarakan dukungan terhadap demonstran antikudeta dan hanya ada sedikit unjuk rasa di wilayah Rakhine, yang menjadi perhatian dunia tahun 2017 ketika sekitar 700 ribu warga etnis minoritas Rohingya melarikan diri dari operasi militer yang sarat kekerasan.