Pasukan keamanan Myanmar melancarkan penggerebekan ke kompleks pekerja kereta api, yang mogok kerja karena menentang kudeta militer. Mereka turut berpartisipasi dalam gerakan pembangkangan sipil yang digaungkan di seluruh wilayah di Myanmar.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (10/3/2021), para staf kereta api di Yangon adalah bagian dari gerakan pembangkangan sipil yang telah melumpuhkan bisnis pemerintah. Gerakan ini juga mendorong para pegawai di bank, pabrik dan sejumlah toko untuk mogok kerja dan bergabung untuk memprotes penggulingan kekuasaan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta militer pada 1 Februari lalu.
Dalam sebuah rekaman yang diposting di media sosial, terlihat pasukan keamanan berjaga-jaga di dekat kompleks staf kereta api. Salah satu staf yang juga melakukan mogok kerja mengatakan melalui telepon, bahwa mereka khawatir akan ada tindakan kekerasan yang dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir mereka akan menangkap kami. Tolong bantu kami," katanya, yang meminta untuk diidentifikasi hanya sebagai Ma Su dan bukan nama lengkapnya.
Melalui siaran langsung dari Facebook di daerah tersebut, orang-orang meneriakkan: "Apakah kita para staf bersatu? Ya, kita bersatu". Disebutkan polisi juga mencoba untuk membongkar barikade dan mengancam akan menembak.
Sebelumnya, pada hari Selasa (9/3), Zaw Myat Linn, seorang pejabat dari Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) pimpinan Suu Kyi, meninggal dalam tahanan setelah dia ditangkap. Zaw Myat Linn adalah tokoh kedua yang meninggal di tahanan dalam dua hari terakhir.
Pejabat NLD bernama Zaw Myat Linn itu ditangkap polisi pada Selasa (9/3) dini hari, sekitar pukul 01.30 waktu setempat.
"Dia terus berpartisipasi dalam protes," kata Ba Myo Thein, seorang mantan anggota parlemen yang dibubarkan. Penyebab kematiannya tidak diketahui dengan jelas.
Dalam siaran langsung Facebook sebelum dia ditahan, Zaw Myat Linn mendesak orang-orang untuk terus melakukan perlawanan terhadap militer "bahkan jika itu mengorbankan nyawa kita".
Simak video 'Myanmar Bak Medan Perang, Sudah 60 Korban Jiwa':
Di hari yang sama, polisi juga melakukan tindakan terhadap sejumlah media independen, menggerebek dua kantor berita dan menahan dua jurnalis. Dilaporkan media Myanmar Now, setidaknya 35 jurnalis telah ditangkap sejak kudeta 1 Februari, 19 orang di antaranya telah dibebaskan.
Dalam sebuah wawancara dengan petugas polisi India, disebutkan bahwa beberapa polisi telah menolak perintah untuk menembak pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Mereka kini melarikan diri ke negara tetangga, India, untuk mencari perlindungan.
"Karena gerakan pembangkangan sipil mendapatkan momentum dan protes yang diadakan oleh pengunjuk rasa antikudeta di berbagai tempat, kami diperintahkan untuk menembak para pengunjuk rasa," kata empat polisi dalam pernyataan bersama kepada polisi di kota Mizoram, India.
"Dalam skenario seperti itu, kami tidak punya nyali untuk menembak orang-orang kami sendiri yang merupakan demonstran damai," kata mereka.