Pengadilan Kamboja menjatuhkan hukuman secara in absentia terhadap seorang tokoh oposisi yang mengasingkan diri, Sam Rainsy pada Senin (1/3) waktu setempat. Rainsy dijatuhi hukuman 25 tahun penjara atas dugaan rencana penggulingan pemerintahan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Seperti dilansir AFP, Selasa (2/3/2021) Rainsy diketahui tinggal di Prancis sejak 2015 untuk menghindari penjara karena beberapa dakwaan lain yang menurutnya bermotif politik. Dilaporkan dari media pendukung pemerintah, Fresh News, hukuman terbaru yang dihadapi Rainsy terkait dengan upayanya untuk kembali ke Kamboja pada tahun 2019.
"Rainsy dihukum karena (percobaan) serangan di Kamboja pada 2019,", kata juru bicara Pengadilan Kota Phnom Penh, Y Rin, mengatakan kepada AFP, namun menolak memberikan rincian lebih lanjut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengadilan Kamboja juga mencabut hak Rainsy untuk memilih dan mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pemilihan," imbuhnya.
Melalui unggahannya di Twitter, Rainsy mengatakan hukuman itu "lahir dari kelemahan dan ketakutan".
"Perdana Menteri Kamboja Hun Sen takut akan risiko kembalinya saya ke panggung politik Kamboja," tulisnya.
"Hun Sen juga mengkhawatirkan prospek pemilihan yang bebas dan adil yang pasti akan mengarah pada akhir rezim otokratisnya," imbuh Rainsy.
Selain Rainsy, sekitar 8 politisi oposisi lainnya, termasuk istri Rainsy, juga dijatuhi hukuman secara in absentia dengan vonis 20-22 tahun penjara.
Hun Sen menjadi salah satu pemimpin terlama di dunia di mana dirinya berkuasa selama 36 tahun. Para kritikus berpendapat cara untuk mempertahankan kekuasaannya banyak dilakukan dengan memenjarakan lawan dan aktivis politik.
Saksikan juga 'Kamboja Tolak Penggunaan Vaksin Sinovac dari China':
Hun Sen menganggap kembalinya Rainsy sebagai "upaya kudeta".
Sejak pemilihan pada Juli 2018, ketika partai Hun Sen memenangkan setiap kursi parlemen dalam pemungutan suara tanpa oposisi yang kredibel, pihak berwenang Kamboja telah meningkatkan penangkapan mantan anggota partai oposisi yang dibubarkan dan pembela hak asasi manusia, dan lainnya. setuju.
Sekitar 150 tokoh oposisi dan aktivis telah diadili secara massal atas tuduhan pengkhianatan dan penghasutan.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengecam persidangan itu sebagai tipuan bermotif politik.
Akibat sikap Hun Sen, banyak politisi oposisi melarikan diri dari Kamboja karena takut ditangkap. Seorang pemimpin oposisi utama Kamboja, Kem Sokha menghadapi pengadilan pengkhianatan terpisah, yang telah ditunda tanpa batas sejak Maret tahun 2020 lalu.