Pengacara Aung San Suu Kyi, Khin Maung Zaw, mengatakan persidangan pemimpin terpilih Myanmar itu akan membantu menentukan apakah rakyat Myanmar akan menjadi 'budak' militer kembali atau tidak.
Seperti dilansir AFP, Selasa (23/2/2021), Khin akan membela Suu Kyi atas dua dakwaan terkait impor walkie-talkie secara ilegal dan pelanggaran pembatasan COVID-19.
"Myanmar sekarang berada pada titik penting dalam sejarah," kata pria berusia 73 tahun itu kepada AFP melalui panggilan telepon dari Naypyitaw.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika kita kalah, kita akan menjadi budak junta militer selama 40 atau 50 tahun. Kita harus memenangkan pertempuran ini," imbuhnya.
Sebagai pengacara HAM dan kini menjadi pengacara Suu Kyi, Khin mengakui kerap berpindah-pindah penginapan setiap malam guna menghindari penangkapan oleh militer Myanmar. Hingga kini, dirinya belum diberi izin untuk menemui Suu Kyi menjelang sidang pada 1 Maret mendatang.
"Jika saya tidak mendapatkan izin untuk bertemu dengannya untuk sidang, saya akan memberi tahu seluruh dunia bahwa persidangan itu tidak adil," katanya.
Dia juga telah meningkatkan tindakan pencegahan keselamatannya sendiri, karena "tekanan tidak langsung" yang dirasakan dari kerabatnya.
"Pada malam hari, saya harus menjauh dari rumah saya dan saya harus tinggal di rumah orang lain," katanya kepada AFP.
Simak Video: Pengacara Sebut Penahanan Aung San Suu Kyi hingga 17 Februari
Menghadapi junta militer, Khin mengaku terbiasa dengan ancaman militer sejak dirinya lahir di Pyinmana, kota pinggiran ibu kota yang dibangun oleh militer sebelumnya. Dia pernah dipenjara pada usia 17 tahun setelah memprotes kediktatoran dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di sekitar kampusnya di Mandalay.
"Saya tidak punya alasan untuk takut pada diri saya sendiri karena saya telah melewati semua eksekusi dan penindasan ini," katanya.
Sejak kudeta, militer Myanmar terus meningkatkan penggunaan kekuatan mereka untuk menangkal kampanye pembangkangan sipil besar-besaran yang meluas di negara itu.
Khin mengaku kagum dengan gerakan mereka, tetapi mengkhawatirkan keselamatan mereka. Sejauh ini, sudah tiga demonstran anti-kudeta tewas.
"Percikan itu menjadi api unggun," katanya. "Dulu, saat militer putus asa, mereka akan melakukan apa saja."
Kasus penting terakhirnya adalah membela jurnalis Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. Kedua pria tersebut menghabiskan hampir 18 bulan di penjara karena melaporkan kekejaman militer Myanmar terhadap minoritas Rohingya di Rakhine.
Kasus itu membuatnya berselisih dengan pemerintahan Suu Kyi, yang telah membela serangan militer terhadap komunitas Rohingya. Meski begitu, dirinya tidak mempertimbangkan "aspek pribadi" dari kasus itu. Dia kini berupaya untuk menghalangi kembalinya kekuasaan militer.
"Saya tidak mewakili Aung San Suu Kyi sebagai pribadi - saya mewakili orang yang dipilih secara publik yang sedang diserang oleh pasukan militer," katanya. "Itu semua untuk membela demokrasi."