Kematian akibat COVID-19 di benua Afrika dilaporkan melampaui 100.000 kasus pada Jumat waktu setempat. Angka kematian ini meningkat setelah benua itu mengalami gelombang kedua Corona.
Dilansir Reuters, Jumat (19/2/2021) jumlah kematian yang dilaporkan benua Afrika mencapai 100.354 kasus. Dibandingkan dengan Amerika Utara yang telah lebih dari setengah juta kasus dan Eropa mendekati 900.000 kasus kematian berdasarkan perhitungan Reuters.
Kematian meningkat tajam di Afrika bagian selatan, seperti di Afrika Selatan dilaporkan angka kematian lebih dari setengah kasus kematian di Afrika. Afrika Selatan dilanda gelombang kedua disebabkan oleh varian baru yang lebih menular.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meningkatnya jumlah (infeksi) telah menyebabkan banyak kasus parah dan beberapa negara benar-benar cukup kesulitan menghadapinya, " kata Koordinator program imunisasi di Kantor Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Afrika, Richard Mihigo kepada Reuters.
"Kami telah melihat beberapa negara mencapai batas mereka dalam hal pasokan oksigen, yang berdampak negatif dalam manajemen kasus yang parah," katanya.
Mihigo mengatakan peningkatan kematian terjadi di negara-negara dekat dengan Afrika Selatan seperti Zimbabwe, Mozambik dan Malawi. Hal itu meningkatkan kemungkinan bahwa varian 501Y.V2 yang diidentifikasi di Afrika Selatan akhir tahun lalu telah menyebar melalui wilayah Afrika Selatan, meskipun pengurutan genom yang lebih banyak perlu dilakukan untuk membuktikan itu.
Kelompok bantuan internasional Doctors Without Borders (MSF) bulan ini mendesak distribusi vaksin di Afrika Selatan untuk menekan penyebaran varian baru, sebab sebagian besar negara Afrika tertinggal dari negara-negara Barat yang lebih kaya dalam program vaksinasi massal.
Data Reuters menunjukkan tingkat kematian kasus Afrika saat ini sekitar 2,6%, lebih tinggi dari rata-rata global 2,3%, dan sedikit naik pada 2,4% setelah gelombang pertama, yang pada saat itu dibandingkan dengan benua lain.
Para ahli berhati-hati agar tidak terlalu banyak membaca data, sebab jumlah korban sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi atau lebih rendah. Seperti, kelebihan angka kematian di Afrika Selatan-kematian yang dianggap melebihi angka normal- selama pandemi telah mencapai lebih dari 137.000, hampir tiga kali lipat dari jumlah kematian resmi COVID-19.
Selain itu, dalam beberapa kasus, tingkat testing yang rendah di Afrika dapat meningkatkan case fatality rate (CFR) dari jumlah yang sebenarnya, hal itu diungkapkan oleh Profesor Francisca Mutapi, pakar penyakit menular di University of Edinburgh.
"Jika kematian yang didaftarkan sebagai kematian karena COVID-19 tidak selalu bergantung pada tes positif... Seperti yang terjadi di Afrika Selatan, maka ini dapat meningkatkan CFR," katanya.
Peringatan ini diakui bahwa negara-negara Afrika tampaknya berjuang terhadap COVID-19 lebih dari tahun lalu.
"Apakah kita menghitung semua kematian di benua ini? Tidak... Tetapi kebanyakan orang di benua itu mengenal seseorang yang telah meninggal karena COVID selama gelombang kedua ini, " kata direktur CDC Afrika John Nkengasong kepada wartawan pekan lalu.
"Rumah sakit kewalahan karena sistem kesehatan yang lemah," sambungnya.