Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa ketegangan di Irak dapat meningkat setelah serangan roket menewaskan seorang kontraktor untuk militer Amerika Serikat dan melukai sedikitnya 14 orang lainnya di ibu kota wilayah Kurdi, Erbil.
Seperti dilansir AFP, Rabu (17/2/2021), serangan itu menjadi serangan pertama dalam hampir dua bulan yang menargetkan instalasi militer atau diplomatik Barat di Irak.
"Tindakan keji dan sembrono seperti itu menimbulkan ancaman besar bagi stabilitas," kata perwakilan tertinggi PBB di Irak, Jeanine Hennis-Plasschaert di Twitter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, sebelumnya mengatakan dia "marah" dan menjanjikan AS akan meminta pertanggungjawaban atas serangan itu.
Sementara Perdana Menteri Irak, Mustafa al-Kadhemi, mengatakan bahwa "aksi teroris yang menargetkan wilayah Kurdistan bertujuan untuk menciptakan kekacauan" dan berjanji untuk menjaga Irak agar tidak menjadi "halaman belakang" di mana konflik regional berlangsung.
Rentetan roket berukuran 107 mm - kaliber yang sama yang digunakan dalam serangan baru-baru ini di Baghdad - ditembakkan dari sekitar delapan kilometer (lima mil) barat Erbil. Serangan itu tampaknya ditujukan ke kompleks militer di dalam bandara Erbil yang menampung koalisi pimpinan AS, yang membantu Irak memerangi jihadis sejak 2014.
Namun serangan itu menyerang seluruh barat laut kota itu, termasuk di distrik pemukiman di mana mereka melukai lima warga sipil, kata Direktorat Kesehatan Erbil kepada AFP.
Juru bicara koalisi, Wayne Marotto, mengatakan tiga roket menghantam bandara Erbil dan menewaskan seorang kontraktor sipil, yang menurutnya bukan warga negara Irak atau AS. Sembilan orang lainnya terluka, termasuk delapan kontraktor sipil dan satu tentara AS.
Simak Video: Tentara AS di Irak Diserang Roket
Sebuah kelompok yang menamakan dirinya Awliyaa al-Dam mengklaim serangan itu dan dalam pernyataan lanjutannya berjanji akan tetap menargetkan pasukan AS di Irak.
Sejak Irak menyatakan kemenangan atas kelompok Negara Islam pada akhir 2017, kehadiran koalisi telah dikurangi menjadi kurang dari 3.500 tentara, 2.500 di antaranya adalah orang Amerika.
Sebagian besar terkonsentrasi di kompleks militer bandara Erbil, kata seorang pejabat koalisi mengatakan kepada AFP. Ia menambahkan bahwa penarikan bertahap itu telah meninggalkan "celah" dalam struktur keamanan.