Pasukan Amerika Serikat di Suriah akan fokus memerangi 'sisa-sisa' kelompok ISIS dan tidak turut menjaga ladang minyak Suriah, seperti sebelumnya diperintahkan oleh mantan presiden Donald Trump. Penegasan itu disampaikan pejabat pertahanan AS pada Senin (8/2) waktu setempat.
Seperti dilansir dari AFP, Selasa (9/2/2021) sebuah perusahaan AS bekerjasama dengan Kurdi di Suriah Utara untuk membantu eksploitasi cadangan minyak di Timur Laut pada tahun lalu. Juru bicara Departemen Pertahanan AS atau Pentagon, John Kirby memastikan pasukan AS tidak terlibat.
900 personel militer AS dan kontraktor di kawasan itu "tidak berwenang untuk memberikan bantuan kepada perusahaan swasta lainnya, termasuk karyawan atau agennya, yang berusaha mengembangkan sumber daya minyak di Suriah," kata Kirby.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pentagon menyebut pengecualian diberikan ketika pasukan AS di Suriah beroperasi untuk melindungi warga sipil, sehingga dapat menjelaskan keberadaannya di sekitar area ladang minyak.
"Penting untuk diingat bahwa misi kami di sana untuk mengalahkan ISIS," katanya.
Sikap ini menjadi perubahan kebijakan AS di era Donald Trump terkait perang Suriah yang telah berlangsung selama satu dekade.
Ladang minyak utama Suriah berada di wilayah Timur Laut, di mana pasukan AS bersekutu dengan gerakan demokratik Kurdi Suriah, yang memegang kendali dan bergantung pada minyak untuk pendapatan mereka.
Di tahun 2019, setelah 'kekhalifahan' ISIS dihancurkan oleh AS dan pasukan sekutunya, Trump menyatakan bahwa sebagian besar pasukan AS akan mundur dari negara itu, meninggalkan sejumlah pasukan untuk 'melindungi' minyak.
Para pejabat AS mengatakan pada saat itu bahwa mereka berada di sana untuk mencegah ladang minyak jatuh ke tangan para ekstremis.
Tahun berikutnya, perusahaan minyak AS yang sebelumnya tidak dikenal, Delta Crescent Energy, menandatangani kesepakatan dengan Kurdi untuk mengeksploitasi cadangan minyak.
Tonton juga Video "Markas Pertahanan Pentagon AS Pun Ditembus Virus Corona":