Paus Fransiskus menyuarakan solidaritas terhadap rakyat Myanmar setelah kudeta militer mengejutkan dunia internasional. Paus mendesak militer untuk bisa hidup berdampingan secara demokratis.
"Saya berdoa agar mereka yang berkuasa di negara ini akan bekerja ... menuju kebaikan bersama," katanya dari balkon yang menghadap ke Lapangan Santo Petrus, Vatikan setelah pembacaan doa pada Minggu (7/2) waktu setempat.
Seperti dilansir AFP, Senin (8/2/2021) Paus, yang pernah mengunjungi Myanmar pada 2017, menyerukan "keadilan sosial, stabilitas nasional, dan koeksistensi demokrasi yang harmonis".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga Myanmar menggelar aksi demo besar-besaran untuk memprotes kudeta militer. Menurut perkiraan, jumlah pengunjuk rasa di Yangon mencapai 100.000 orang di mana demonstrasi besar-besaran juga terjadi di kota-kota lain. Mereka mengutuk kudeta yang membuat terhentinya demokrasi yang telah diusahakan Myanmar setelah 10 tahun.
Unjuk rasa yang terjadi di Myamar mendorong militer melakukan blokade Internet nasional.
Seruan online untuk memprotes kudeta memicu munculnya kelompok perlawanan yang lebih berani, termasuk aksi warga yang memukulkan panci dan wajan, yang secara tradisional dikaitkan dengan mengusir roh jahat.
Para pengunjuk rasa mengumumkan bahwa mereka akan kembali beraksi pada Senin (8/2) pukul 10 pagi waktu setempat. Mereka akan terus menentang keadaan darurat yang diberlakukan oleh militer dan mengindikasikan tidak akan berhenti dalam perlawanan mereka terhadap kudeta.
"Kami meminta staf pemerintah dari semua departemen untuk tidak masuk kerja mulai Senin," cetus aktivis setempat lainnya, Min Ko Naing, yang juga veteran demonstran tahun 1988 yang pertama kali membuat Suu Kyi menonjol.
Militer Myanmar menahan Suu Kyi sejak 1 Februari lalu saat militer melancarkan kudeta dan mengumumkan pengambilalihan kekuasaan. Kini, kekuasaan atas Myanmar berada di tangan Panglima Militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang akan memimpin Myanmar selama masa darurat selama setahun ke depan.