Pemerintah Inggris tengah mengupayakan langkah diplomatik untuk membantu memulihkan demokrasi di Myanmar setelah terjadi kudeta militer. Kementerian Luar Negeri Inggris baru saja memanggil Duta Besar Myanmar di London untuk menyampaikan hal itu.
Seperti dilansir Reuters dan Anadolu Agency, Selasa (2/2/2021), Menteri Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan untuk Asia, Nigel Adams, mengecam kudeta militer dan penahanan warga sipil secara tidak sah, termasuk penahanan pemimpin de-factor Myanmar, Aung San Suu Kyi, oleh militer Myanmar.
Kepada Duta Besar Myanmar, Kyaw Zwar Minn, yang dipanggil ke Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris pada Senin (1/2) waktu setempat, Adams meminta 'jaminan keselamatan bagi semua yang ditahan dan menyerukan pembebasan mereka segera'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menteri Urusan Asia telah memperjelas bahwa keinginan demokratis rakyat Myanmar harus dihormati, dan Majelis Nasional harus bertemu kembali dengan damai," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Inggris.
"Dia juga mengatakan bahwa Inggris akan bekerja dengan mitra-mitra yang berpikiran sama dan mengupayakan seluruh tuas diplomatik yang diperlukan untuk memastikan kembalinya demokrasi secara damai," tegas pernyataan itu, merujuk pada Adams.
Militer Myanmar melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang terpilih secara demokratis yang dipimpin Suu Kyi pada Senin (1/2) waktu setempat. Sejumlah tokoh politik Myanmar, termasuk Suu Kyi, Presiden Win Myint, sejumlah anggota parlemen dari Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang berkuasa dan beberapa menteri dari negara bagian besar di Myanmar ditahan oleh militer.
Dalam pernyataannya, militer Myanmar mengumumkan pihaknya mengambil alih kekuasaan dan menetapkan masa darurat selama satu tahun ke depan. Diumumkan juga oleh militer Myanmar bahwa kekuasaan telah diserahkan kepada Jenderal Senior Min Aung Hlaing selaku Panglima Militer Myanmar.
Militer Myanmar dalam pernyataannya menyebut bahwa alasan penahanan dan pengambilalihan itu sebagian karena kegagalan pemerintah sipil Myanmar dalam mengambil tindakan terhadap keluhan militer soal kecurangan pemilu November 2020 dan kegagalan menunda pemilu karena pandemi virus Corona (COVID-19).
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, sebelumnya juga mengecam kudeta militer dan penahanan Suu Kyi.
"Saya mengecam kudeta dan penahanan tidak sah terhadap sejumlah warga sipil, termasuk Aung San Suu Kyi, di Myanmar. Suara rakyat harus dihormati dan para pemimpin sipil harus dibebaskan," ucap PM Johnson dalam pernyataan via Twitter.