Gedung Putih marah setelah Mahkamah Agung Pakistan memerintahkan pembebasan militan yang dituduh menjadi dalang pemenggalan jurnalis Amerika Serikat, Daniel Pearl pada 2002.
Pemerintahan Joe Biden "marah dengan keputusan Mahkamah Agung Pakistan," kata juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki kepada wartawan.
Dilansir AFP, Jumat (29/1/2021), Psaki menyebut keputusan itu sebagai penghinaan terhadap korban terorisme di manapun dan menuntut pemerintah Pakistan meninjau kembali opsi hukumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Gedung Putih itu muncul setelah Mahkamah Agung Pakistan melakukan pembebasan tersangka utama Ahmed Omar Saeed Sheikh, yang telah dihukum karena mendalangi pembunuhan brutal Pearl, kepala biro Asia Selatan untuk Wall Street Journal.
Pembunuhan Pearl - yang divideokan- menyebabkan guncangan dan kemarahan internasional.
"Pengadilan mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran yang dia (Sheikh) lakukan dalam kasus ini," kata Mahmood Sheikh, pengacara terdakwa.
Perintah pengadilan mengatakan bahwa Syekh bersama tiga kaki tangannya yang terkait dengan kasus itu harus "segera dibebaskan", meskipun tidak disebutkan kapan pembebasan akan dilakukan.
Sheikh, pria kelahiran Inggris yang pernah menempuh studi di London School of Economics dan pernah terlibat dalam penculikan orang asing sebelumnya, ditangkap beberapa hari setelah penculikan Pearl.
Dia kemudian dijatuhi hukuman mati setelah memberi tahu pengadilan Karachi bahwa Pearl telah dibunuh beberapa hari sebelum video mengerikan pemenggalan kepala jurnalis itu dirilis.
Keluarga Pearl pada hari Kamis (28/1) menyebut keputusan untuk membebaskan Sheikh adalah "parodi keadilan" dan memohon intervensi pemerintah AS dalam kasus tersebut.
"Pembebasan para pembunuh ini membahayakan jurnalis di manapun dan rakyat Pakistan. Kami mendesak pemerintah AS untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan di bawah hukum untuk memperbaiki ketidakadilan ini," kata keluarga itu dalam sebuah pernyataan.
Kecaman AS Atas Pembebasan Pelaku Pemenggalan Jurnalis
Kelompok Reporters Without Borders juga mengecam keputusan itu, dengan mengatakan bahwa keputusan itu "akan tetap sebagai simbol impunitas absolut seputar kejahatan kekerasan terhadap jurnalis di negara ini."
Keputusan itu menyusul protes tahun lalu ketika pengadilan yang lebih rendah membebaskan Sheikh (47) dari pembunuhan dan mengurangi hukumannya menjadi dakwaan penculikan yang lebih ringan - membatalkan hukuman matinya dan memerintahkan dia dibebaskan setelah hampir dua dekade di penjara.
Pembebasan itu memicu serangkaian petisi, termasuk dari keluarga Pearl, tetapi Mahkamah Agung kemudian juga menolaknya.
Selama bertahun-tahun Sheikh telah membantah secara pribadi membunuh Pearl, tetapi di pengadilan terungkap awal pekan ini bahwa dalam sebuah surat tulisan tangan tahun 2019 yang dikirim ke pengadilan provinsi, dia telah mengakui memiliki "peran kecil" dalam pembunuhan Pearl.
Pengacara keluarga Pearl berpendapat bahwa Sheikh memainkan peran penting dalam mengatur penculikan dan penyekapan jurnalis itu, sebelum memerintahkan para penculiknya untuk membunuhnya.
Bulan lalu, Plt Jaksa Agung AS Jeffrey Rosen mengatakan Washington "siap untuk mengambil hak Omar Sheikh untuk diadili di sini."
Psaki pada hari Kamis (28/1) mengatakan Amerika Serikat mengakui "tindakan Pakistan di masa lalu untuk mencoba meminta pertanggungjawaban para pembunuh Pearl dan kami mencatat bahwa sampai sekarang Omar Sheikh masih dalam tahanan."
"Kami menyerukan kepada pemerintah Pakistan untuk secepatnya meninjau opsi hukumnya, termasuk mengizinkan Amerika Serikat untuk menuntut Sheikh pembunuhan brutal terhadap seorang warga negara dan jurnalis Amerika."