Inggris Kecam 'Barbarisme' China terhadap Warga Muslim Uighur

Inggris Kecam 'Barbarisme' China terhadap Warga Muslim Uighur

Rita Uli Hutapea - detikNews
Rabu, 13 Jan 2021 12:34 WIB
Dari sekitar 10  juta Muslim Uighur, sebagian besar menetap di Provinsi Xinjiang, China. Bagaimana kehidupan sehari-hari mereka? Kamera jurnalis memotretnya 3 tahun lalu.
Xinjiang banyak dihuni warga muslim Uighur (Foto: Getty Images/Kevin Frayer)
Jakarta -

Pemerintah Inggris menuduh China melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang sama dengan "barbarisme" terhadap warga minoritas Uighur. Inggris pun mengumumkan aturan baru untuk melarang impor barang-barang dari China yang dicurigai menggunakan kerja paksa warga Muslim Uighur.

Pelanggaran itu "dalam skala industri", kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab, dalam komentarnya kepada parlemen Inggris seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (13/1/2021).

"Ini benar-benar barbarisme mengerikan yang kita harapkan akan hilang ke era lain, tapi dalam praktik hari ini saat kita berbicara, ini terjadi di salah satu anggota terkemuka komunitas internasional," katanya kepada parlemen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita memiliki kewajiban moral untuk menanggapinya," imbuh Raab.

ADVERTISEMENT

Raab menguraikan rencana untuk melarang perusahaan Inggris yang secara tidak sengaja atau sengaja mengambil keuntungan dari, atau berkontribusi pada, pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur di provinsi Xinjiang, barat laut China.

Langkah-langkah tersebut termasuk penguatan Undang-Undang Perbudakan Modern Inggris untuk memberlakukan denda bagi bisnis yang tidak mematuhi aturan transparansi, memperluas tindakan tersebut ke sektor publik, dan "tinjauan mendesak" terhadap kontrol ekspor di sekitar Xinjiang.

Langkah ini berbeda dengan kesepakatan perdagangan Desember lalu antara Uni Eropa dan China, yang menyetujui investasi besar dan membuka pasar China ke Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara.

Kesepakatan itu dikritik karena adanya klaim luas tentang kerja paksa dalam rantai pasokan China, dan membuat Uni Eropa tidak sejalan dengan mitranya seperti Amerika Serikat, Australia, dan Inggris.

Hubungan Inggris dan China secara bertahap membeku selama dua tahun terakhir, terutama atas kritik London terhadap tindakan keras terhadap juru kampanye demokrasi di Hong Kong dan tawaran kewarganegaraan bagi penduduknya.

London juga telah menyatakan keprihatinan bahwa industri tekstil tidak memeriksa dengan cukup hati-hati apakah barang dari Xinjiang, yang memasok hampir seperempat kapas dunia, dibuat dengan menggunakan kerja paksa.

Raab mengatakan kepada anggota parlemen bahwa tindakan harus diambil untuk "memastikan bahwa bisnis Inggris bukan bagian dari rantai pasokan yang mengarah ke gerbang kamp interniran di Xinjiang".

Pemerintah perlu memastikan bahwa "produk-produk pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di kamp-kamp itu tidak berakhir di rak-rak supermarket tempat kita berbelanja di sini minggu demi minggu", tegas Raab.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional telah mendokumentasikan semakin banyak bukti kerja paksa, serta sterilisasi paksa, penyiksaan, pengawasan, dan penindasan budaya Uighur.

Menurut para ahli, setidaknya satu juta orang Uighur telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir di kamp-kamp di Xinjiang. Beijing telah menolak tuduhan ini, dengan mengatakan pihaknya mengoperasikan pusat pelatihan kejuruan untuk melawan radikalisme setelah serangkaian serangan yang dikaitkan dengan kelompok Muslim.

Halaman 2 dari 2
(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads