Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, menyatakan bahwa operasi kepolisian tengah berlangsung dalam memburu puluhan orang yang diduga memberikan pesan dukungan untuk pelaku pemenggalan seorang guru di dekat Paris.
Seperti dilansir Associated Press, Senin (19/10/2020), Darmanin menyatakan kepada radio lokal, Europe 1, bahwa sedikitnya 80 kasus ujaran kebencian telah dilaporkan sejak pemenggalan terjadi pada Jumat (16/10) lalu.
Seorang guru sejarah bernama Samuel Paty (47) dipenggal di wilayah Conflans-Sainte-Honorine, barat laut Paris, oleh seorang pengungsi berusia 18 tahun, asal Chechnya kelahiran Moskow. Pelaku tewas ditembak polisi Prancis usai melakukan aksi keji itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dituturkan sejumlah pejabat Kepolisian Prancis bahwa Paty sempat membahas karikatur Nabi Muhammad dalam salah satu kelasnya, yang kemudian memicu ancaman.
Presiden Emmanuel Macron menggelar rapat dewan pertahanan pada Minggu (18/10) waktu setempat, di Istana Kepresidenan Elysee. Diumumkan oleh kantor kepresidenan Prancis bahwa pemerintah akan memperketat pengamanan di sekolah-sekolah saat kegiatan belajar-mengajar dilanjutkan pada 2 November mendatang.
Pada Minggu (18/10) waktu setempat, ribuan orang berkumpul di Prancis untuk menyatakan dukungan bagi kebebasan berbicara dan untuk mengenang Paty.
Otoritas Prancis sejauh ini telah menangkap 11 orang terkait pembunuhan Paty. Disebutkan Darmanin bahwa mereka yang ditangkap termasuk seorang ayah salah satu murid dan seorang aktivis Islamis yang sama-sama 'menetapkan fatwa' terhadap Paty.
Ditambahkan Darmanin bahwa otoritas Prancis juga tengah menyelidiki sekitar 50 asosiasi yang diduga mendorong ujaran kebencian. Beberapa asosiasi itu, sebut Darmanin, akan dibubarkan.
Otoritas kehakiman Prancis meluncurkan penyelidikan pembunuhan dengan dugaan motif teroris. Setidaknya empat orang yang ditahan merupakan anggota keluar dari pelaku pemenggalan, yang mendapat izin tinggal selama 10 tahun sebagai pengungsi di Prancis sejak Maret lalu.
(nvc/ita)