Seorang tahanan Palestina yang melakukan mogok makan selama hampir 80 hari sejak penangkapannya oleh Israel pada akhir Juli, saat ini berada "di ambang kematian". Hal ini diungkap oleh kelompok hak asasi Israel B'Tselem.
Dilansir AFP, Selasa (13/10/2020) Maher al-Akhras (49), ditangkap di dekat Nablus dan ditempatkan dalam penahanan administratif, sebuah kebijakan yang digunakan Israel untuk menahan para tersangka militan tanpa dakwaan.
Pria Palestina yang merupakan ayah enam anak itu melancarkan aksi mogok makan untuk memprotes kebijakan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia telah ditangkap beberapa kali sebelumnya oleh Israel, yang menuduhnya memiliki hubungan dengan kelompok militan Jihad Islam.
Pada hari Senin (12/10), sekitar 40 orang mengadakan aksi demo di kota Ramallah, Tepi Barat untuk mendukung tahanan tersebut.
"Rakyat kita tidak akan mengecewakan Maher al-Akhras," kata Khader Adnan, salah satu dari mereka yang ambil bagian dalam aksi tersebut.
Adnan meminta masyarakat internasional dan para pemimpin Palestina untuk menekan Israel atas kasus tersebut.
"Berbuatlah lebih banyak dalam beberapa jam mendatang," katanya.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menuntut "pembebasan segera" Akhras, menurut pernyataan di kantor berita resmi Wafa.
Simak juga video 'Israel-UEA-Bahrain Damai, Indonesia Tetap Dukung Palestina':
Akhras dipindahkan pada awal September lalu ke Rumah Sakit Kaplan, di selatan Tel Aviv.
Pengacaranya telah mengajukan banding beberapa kali ke Mahkamah Agung Israel untuk pembebasannya, termasuk pada sidang yang digelar pada hari Senin.
AFP sudah berulang kali berupaya menghubungi tim hukumnya pada Senin (12/10).
Sistem penahanan administratif Israel memungkinkan penahanan tersangka untuk periode yang dapat diperbarui masing-masing hingga enam bulan, tanpa mengajukan tuntutan.
Israel mengatakan prosedur itu memungkinkan pihak berwenang untuk menahan tersangka dan mencegah serangan sambil terus mengumpulkan bukti, tetapi para kritikus dan kelompok hak asasi mengatakan sistem itu disalahgunakan.
B'Tselem menyatakan bahwa sekitar 355 warga Palestina ditahan berdasarkan perintah penahanan administratif pada Agustus, termasuk dua anak di bawah umur.