Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berulangkali mengubah sarannya terkait penanganan virus Corona (COVID-19). WHO sempat tak menganjurkan lockdown (penguncian), lalu menganjurkannya dan kini tak menyarankan lockdown lagi.
Sebagaimana diketahui, saat pertama kali virus Corona merebak pada Desember 2019, Wuhan, China, virus ini lalu menyebar ke berbagai belahan dunia. Pada bulan Februari, virus ini sudah masuk ke Jepang, Korsel, Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Sri Langka, Nepal, Uni Emirat Arab, Australia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Finlandia dan Prancis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ketika itu WHO tak lantas menganjurkan negara-negara menutup perbatasannya. Sikap WHO berubah lagi ketika meminta pemimpin negara berhati-hati ketika membuka lockdown. Kini, WHO justru tak menganjurkan lockdown.
Berikut ini rangkaian perubahan sikap WHO soal lockdown dalam penanganan Corona yang dirangkum detikcom, Senin (12/10/2020):
Penutupan Perbatasan Tak Efektif Cegah Corona
Awalnya, pada bulan Februari WHO mengingatkan bahwa penutupan perbatasan negara tidaklah efektif dalam menghentikan penyebaran wabah virus corona dari China. Bahkan mungkin justru akan mempercepat penyebarannya.
"Jika Anda menutup perlintasan perbatasan resmi, Anda bisa kehilangan jejak orang-orang dan tak bisa memonitor (pergerakan mereka) lagi," kata juru bicara WHO, Christian Lindmeier kepada para wartawan di Jenewa, Swiss seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (1/2/2020).
Padahal, sebelumnya pada Kamis (30/1) waktu setempat, WHO mengumumkan darurat kesehatan global terkait wabah virus corona yang telah menewaskan 259 orang dan menginfeksi belasan ribu orang. Namun badan kesehatan PBB itu menyatakan tidak merekomendasikan pembatasan perjalanan ataupun penutupan perbatasan, dan menyerukan negara-negara yang telah mengambil langkah tersebut agar mempertimbangkannya kembali.
Namun dengan terus menyebarnya virus corona baru ini, sejumlah negara saat itu telah menutup lalu lintas perbatasan dari China atau melarang masuk para pelancong dari Wuhan, kota di China yang menjadi tempat asal Corona ini.
Akan tetapi Lindmeier mengingatkan bahwa upaya negara-negara untuk menghentikan penyebaran virus dengan menutup perbatasan mereka dan melarang pelancong dari China, bisa kontraproduktif.
"Itu mungkin langkah logis untuk ... katakanlah, kami melihat bahaya dari luar, jadi mari kita mengurung diri kita," ujar juru bicara WHO tersebut.
Sikap WHO inilah salah satunya yang membuat Presiden AS Donald Trump menyebut WHO 'boneka China'.
Lihat juga video 'RI Kejar Target WHO, 267 Ribu Pemeriksaan Covid-19 Per Minggu':
Peringatan Agar Berhati-hati Saat Longgarkan Lockdown
Saat sejumlah negara telah berhasil menekan tingkat infeksi COVID-19 lewat kebijakan lockdown, WHO menyampaikan pujiannya. Tetapi WHO juga meminta agar negara-negara menunjukkan "kewaspadaan ekstrem" ketika mulai melonggarkan aturan pembatasan dan kuncian (lockdown).
Saat itu, beberapa negara Eropa memulai proses pembukaan kembali kegiatan perdagangan, bisnis dan sekolah, serta melonggarkan aturan lockdown. Para pejabat di negara-negara seperti Prancis dan Spanyol mengatakan bahwa tingkat kematian COVID-19 telah menurun.
"Kabar baiknya adalah bahwa ada banyak keberhasilan dalam memperlambat virus dan pada akhirnya menyelamatkan nyawa," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus lewat briefing virtual pada 11 Mei 2020.
"Hal terakhir yang dibutuhkan negara mana pun adalah membuka sekolah dan bisnis, hanya untuk dipaksa menutupnya lagi karena kebangkitan virus," lanjutnya.
Tetapi Tedros telah mendesak negara-negara untuk mendukung langkah-langkah lain, termasuk pengujian luas dan pelacakan kontak, sehingga mereka dapat membuka kembali dengan aman dan menghindari penguncian di masa depan.
"Kita perlu mencapai situasi yang berkelanjutan di mana kita memiliki kendali yang memadai terhadap virus ini tanpa mematikan hidup kita sepenuhnya, atau beralih dari lockdown ke lockdown - yang memiliki dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat," katanya.
Minta Negara-negara Tak Andalkan Lockdown
Namun, kini sikap WHO kembali berubah. Dilansir dari Nypost, Senin (12/10/2020) Utusan Khusus (Special Envoy) WHO Dr David Nabarro mengatakan bahwa tindakan pembatasan seperti itu hanya boleh diperlakukan sebagai upaya terakhir.
"Kami di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menganjurkan penguncian (lockdown) sebagai cara utama pengendalian virus ini," kata Nabarro dalam wawancaranya dengan majalah Inggris The Spectator.
"Satu-satunya saat kami yakin bahwa lockdown dapat dibenarkan adalah untuk memberi Anda waktu untuk mengatur ulang, menyusun kembali, menyeimbangkan kembali sumber daya Anda, melindungi petugas kesehatan Anda yang kelelahan, tetapi pada umumnya, kami lebih suka tidak melakukannya."
Nabarro mengatakan bahwa ada kerugian signifikan yang disebabkan oleh pembatasan yang ketat, khususnya terhadap ekonomi global.
"Lockdown hanya memiliki satu konsekuensi yang tidak boleh Anda remehkan, dan itu membuat orang miskin menjadi semakin miskin," katanya.