Warga Xinjiang di China bagian barat laut mengeluhkan pemberlakuan lockdown usai kemunculan wabah baru virus Corona (COVID-19) di wilayah tersebut. Berbagai keluhan dan protes warga itu diluapkan via media sosial (medsos).
Seperti dilansir AFP, Selasa (25/8/2020), China yang menjadi negara pertama Corona terdeteksi, telah berhasil mengendalikan sebagian besar penularan melalui penerapan lockdown ketat, pembatasan perjalanan dan pemeriksaan besar-besaran.
Namun wabah-wabah baru bermunculan secara sporadis di beberapa wilayah negara tersebut dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu wabah baru muncul di Urumqi, ibu kota Xinjiang, pada pertengahan Juli lalu. Sejak saat itu hingga kini, total 902 kasus Corona secara resmi tercatat di wilayah tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal bulan ini, otoritas Xinjiang menyatakan bahwa pihaknya telah 'secara efektif mengatasi' penyebaran Corona di klaster Urumqi dan tidak ada kasus baru yang dilaporkan dalam delapan hari terakhir. Namun ratusan warga setempat membanjiri forum media sosial setempat dalam beberapa hari terakhir, untuk mengeluhkan situasi keras, termasuk banyak dari mereka yang dipaksa dengan cara kasar agar tetap di rumah.
Setelah beberapa komentar-komentar berisi keluhan itu dihapus dari media sosial setempat -- diketahui bahwa internet di China disensor habis-habisan, warga berupaya membanjir forum-forum lokal pada platform Weibo di Beijing, Shanghai dan Guangzhou. Para pengguna media sosial membagikan foto-foto pintu depan rumah mereka yang 'disegel' dengan linggis baja dan gembok yang dipasang oleh para pekerja masyarakat setempat.
"Mengapa prefektur tanpa kasus mencabut lockdown? Mengapa Anda perlu mengunci seluruh Xinjiang?" demikian bunyi salah satu komentar di Weibo.
"Pintu-pintu disegel, ini membawa ketidaknyamanan besar bagi para pekerja dan kehidupan orang-orang. Harga barang kebutuhan sehari-hari telah naik ... banyak barang yang saya beli telah kedaluwarsa," bunyi komentar lainnya.
Hanya sedikit informasi yang dirilis otoritas setempat terkait klaster penularan Corona di Xinjiang. Pemerintah lokal di berbagai wilayah China rata-rata memberikan informasi kepada warganya soal pergerakan pasien secara detail.
Foto-foto yang beredar di Weibo dan WeChat juga menunjukkan orang-orang diborgol ke pintu gerbang komunitas, yang dilaporkan sebagai hukuman karena meninggalkan rumah selama lockdown. Beberapa warga juga mengeluhkan bahwa mereka dipaksa untuk minum obat China setiap harinya dan wajib merekam diri mereka setiap kali meminum obat.
Salah satu video pada 22 Agustus menunjukkan belasan warga yang tinggal di gedung bertingkat di Urumqi berteriak dari jendela mereka dengan putus asa. Para pekerja migran, mahasiswa, pelancong bisnis dan turis yang terjebak juga mengeluh karena tidak bisa meninggalkan Xinjiang.
"Saya sudah tiga kali menjalani tes nucleic acid ... tapi para pekerja masyarakat tidak mengizinkan saya pergi," tulis salah satu komentar pada forum surat kabar People's Daily.
Dalam konferensi pers pekan lalu, otoritas kesehatan di Xinjiang menyatakan bahwa situasi epidemi masih 'rumit dan parah'. Sekitar separuh dari total 21 juta jiwa populasi Xinjiang merupakan etnis minoritas muslim Uighur dan etnis muslim Turk.