Pasukan keamanan Sudan menembakkan gas air mata untuk membubarkan ribuan pengunjuk rasa yang berkumpul. Massa unjuk rasa ini menuntut reformasi politik yang lebih cepat.
Dilansir Reuters, Selasa (18/8/2020) beberapa pengunjuk rasa membakar ban mobil. Para pengunjuk rasa dari komite perlawanan berbasis lingkungan berkumpul di luar markas kabinet di pusat kota Khartoum.
Baca juga: Saat Israel dan Uni Emirat Arab Makin Akur |
Pemerintah sendiri telah mengatakan sedang mendorong reformasi. Namun, tetapi banyak orang yang menginginkan perubahan lebih cepat dan lebih dalam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi ini juga disebut untuk menandai ulang tahun kesepakatan pembagian kekuasaan transisi. Perjanjian tersebut membentuk aliansi genting teknokrat sipil dan pejabat militer setelah penggulingan penguasa lama Omar al-Bashir pada April 2019, dengan pemilihan yang akan diadakan setelah 39 bulan.
Asosiasi Profesional Sudan (SPA), yang mempelopori protes anti-Bashir dan membantu mencapai kesepakatan dengan militer, mengatakan di Twitter bahwa pasukan keamanan dengan kekerasan membubarkan pengunjuk rasa. Hal ini dilakukan saat massa menuntut bertemu Perdana Menteri Abdallah Hamdok dan menolak utusan yang dikirim untuk menggantikannya.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, Hamdok menyerukan dukungan politik dan populer untuk reformasi.
"Aparatur negara perlu dibangun kembali, warisan (rezim lama) perlu dibongkar dan pegawai negeri perlu dimodernisasi dan dikembangkan agar tidak memihak warga, sekaligus efektif," ujarnya.
Hamdok, mantan diplomat PBB, juga telah meluncurkan pembicaraan damai dengan pemberontak di Darfur dan daerah bergolak lainnya untuk mengakhiri pertumpahan darah selama bertahun-tahun, tuntutan utama bagi pengunjuk rasa dan prioritas utama pemerintah.
(dwia/dwia)