Otoritas Prancis mengonfirmasi dua warganya tewas dalam ledakan dahsyat di Beirut, Lebanon, pekan lalu. Oleh karena itu, Prancis meningkatkan penyelidikan terhadap ledakan dahsyat yang sejauh ini menewaskan sedikitnya 178 orang.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (15/8/2020), para jaksa Prancis meluncurkan penyelidikan terhadap 'cedera yang tak disengaja' dengan menggunakan yurisdiksi mereka untuk menyelidiki tindak pidana yang terjadi di luar negeri saat ada warga negara Prancis yang turut menjadi korban.
Penyelidikan ini diluncurkan mulai 5 Agustus lalu, atau sehari setelah ledakan dahsyat mengguncang Beirut pada 4 Agustus. Para penyidik dan personel kepolisian dari Prancis telah berada di lokasi ledakan di pelabuhan Beirut selama beberapa hari, untuk melakukan rekonstruksi rangkaian kejadian yang memicu ledakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tonton juga 'Ledakan Dahsyat di Lebanon Terekam CCTV Rumah Sakit':
Pekan ini, menurut seorang sumber pada kantor jaksa Paris, penyelidikan Prancis semakin ditingkatkan dengan menyerahkannya kepada dua hakim yang akan menentukan apakah dakwaan bisa dijeratkan terkait ledakan dahsyat di Lebanon tersebut.
Seorang sumber lainnya menyebut dua warga negara Prancis kini dikonfirmasi tewas dalam ledakan dahsyat tersebut. Salah satu korban tewas sebelumnya diidentifikasi sebagai arsitek terkemuka bernama Jean-Marc Bonfils yang tinggal di Lebanon. Identitas korban tewas kedua belum diungkap ke publik.
Selain Prancis, Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (AS) atau FBI juga ikut melakukan penyelidikan. Pada Kamis (13/8) waktu setempat, Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa FBI akan bergabung dengan para penyidik Lebanon dalam penyelidikan ledakan tersebut, atas undang pemerintah Lebanon.
Ledakan dahsyat yang menghancurkan separuh kota Beirut itu diduga kuat melibatkan muatan ribuan ton amonium nitrat yang selama bertahun-tahun disimpan di salah satu gudang pelabuhan Beirut. Muatan berbahaya itu tidak dipindahkan dan disimpan tanpa pengamanan yang layak, meskipun ada berkali-kali peringatan.
Pemerintah Lebanon di bawah Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri pekan ini, setelah unjuk rasa besar-besaran menuntut pemerintah bertanggung jawab atas ledakan dahsyat tersebut. Otoritas Lebanon bersumpah akan melakukan penyelidikan menyeluruh dan otoritas kehakiman menyatakan bahwa jaksa akan menginterogasi para menteri dan wakil menteri terkait ledakan itu.
Presiden Lebanon, Michel Aoun, menolak seruan dari para pemimpin dunia, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan banyak warga Lebanon agar dilakukan penyelidikan internasional yang independen. Presiden Aoun menyebutnya hanya 'buang-buang waktu'.
Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut 178 orang tewas dan sekitar 6 ribu orang lainnya luka-luka akibat ledakan di Lebanon. Sedikitnya 30 orang dilaporkan masih hilang hingga kini.