Pemerintah Irak marah atas serangan pesawat tak berawak (drone) Turki yang menewaskan dua perwira tinggi Irak pada hari Selasa (11/8) waktu setempat. Irak pun membatalkan kunjungan menteri dan memanggil duta besar Turki karena menyalahkan Ankara atas serangan itu.
Para pejabat Irak menyebut serangan itu sebagai "serangan pesawat tak berawak Turki yang terang-terangan" di wilayah otonom Kurdi di Irak utara, di mana Ankara selama berminggu-minggu telah menyerang posisi-posisi militan.
Militer Irak menyatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa dua komandan batalion penjaga perbatasan dan pengemudi kendaraan mereka tewas akibat serangan drone tersebut. Insiden ini menandai kematian pasukan Irak pertama sejak Turki melancarkan operasi lintas perbatasan pada pertengahan Juni terhadap kelompok pemberontak Kurdi, Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Dua Perwira Irak Tewas Ditembak Drone Turki |
Seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (12/8/2020), Kementerian Luar Negeri Irak - yang telah memanggil perwakilan Turki dua kali karena aksi militer di wilayahnya - mengatakan bahwa duta besar Turki kali ini akan diberikan "surat protes dengan kata-kata yang keras" yang menolak agresi semacam itu.
Kementerian itu juga mengonfirmasi bahwa Menteri Pertahanan Turki yang semula dijadwalkan berkunjung tidak akan diterima lagi pada hari Kamis (13/8).
Ihsan Chalabi, wali kota Sidakan, kota terdekat di utara provinsi Arbil, mengatakan kepada AFP bahwa serangan pesawat tak berawak di wilayah Pradost menargetkan "komandan penjaga perbatasan Irak ketika mereka sedang dalam pertemuan dengan pejuang PKK".
Para saksi telah melaporkan bentrokan pada hari sebelumnya antara PKK dan pasukan Irak, dan sumber-sumber lokal mengatakan serangan pesawat tak berawak itu menargetkan pertemuan darurat yang diadakan untuk mencoba meredakan ketegangan.
Kepresidenan Irak sebelumnya mengecam "pelanggaran berbahaya terhadap kedaulatan Irak" dan meminta Ankara untuk "menghentikan semua operasi militernya" di wilayah tersebut.
Setidaknya lima warga sipil telah tewas sejak dimulainya operasi Turki di wilayah tersebut.
Ankara telah mengumumkan kematian dua tentaranya, dan PKK serta sekutunya telah melaporkan kematian 10 pejuang dan pendukungnya.
PKK, yang masuk daftar hitam sebagai kelompok teroris oleh Ankara dan sekutu Baratnya, telah melancarkan pemberontakan terhadap negara Turki sejak 1984.
PKK telah lama menggunakan medan terjal Irak utara sebagai pangkalan untuk melancarkan serangan ke Turki, yang pada gilirannya telah mendirikan posisi militer di dalam wilayah Irak untuk melawan mereka.
Otoritas Kurdi, yang didominasi oleh Partai Demokrat Kurdistan (KDP), melihat PKK sebagai saingan tetapi tidak pernah mampu mengusir mereka dari pangkalan Irak utara.
Irak melihat kehadiran militer Turki di wilayah Kurdi sebagai pelanggaran terhadap kedaulatannya, tetapi tidak ingin memusuhi Turki, mitra dagang utama dan besar regionalnya.