Brasil kembali mencatat rekor baru jumlah kasus harian Corona (COVID-19). Catatan pemecahan rekor kasus baru ini semakin membuat negeri samba itu gempor.
Kementerian Kesehatan Brasil menyatakan seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/7/2020), sebanyak 67.860 kasus baru infeksi Corona dan 1.284 kematian telah dilaporkan dalam waktu 24 jam terakhir di Brasil, yang mengalami wabah Corona terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Ledakan kasus ini membuat Brasil kian terseok-seok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negara Amerika Selatan yang terdiri dari 212 juta orang ini, telah mencatat 2,2 juta kasus infeksi dan 82.771 kematian akibat Corona sejak mengkonfirmasikan kasus pertamanya lima bulan lalu.
Para ahli mengatakan sedikitnya pengujian yang dilakukan Brasil berarti angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.
Presiden Jair Bolsonaro telah menuai kritik karena meremehkan virus ini dan mengecam langkah-langkah pembatasan yang diambil oleh pemerintah negara bagian dan lokal.
Pemimpin sayap kanan itu, yang secara teratur mencemooh langkah-langkah pembatasan dengan turun ke jalan tanpa masker untuk demonstrasi bersama para pendukungnya, telah dikarantina di istana presiden sejak 7 Juli setelah terinfeksi Corona.
Tonton video 'Brasil Mulai Uji Coba Vaksin Corona China Kepada 9.000 Relawan':
Kantor Bolsonaro mengumumkan pada hari Rabu (22/7) bahwa hasil tesnya kembali menunjukkan positif Corona. Dia pun mengatakan akan melanjutkan karantina dan menunda rencana perjalanannya yang akan datang.
Bolsonaro (65) berpendapat bahwa dampak ekonomi dari perintah untuk tinggal di rumah bisa lebih buruk daripada virus itu sendiri, dan malah mendorong obat malaria yang belum terbukti efektif, kloroquin dan hidroksi kloroquin sebagai obat Corona, mengikuti jejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Margareth Dalcomo, seorang ahli di lembaga kesehatan publik terkemuka Brasil, Fiocruz, mengatakan dorongan penggunaan hidroksi-klorokuin oleh Bolsonaro itu "menyedihkan."
"Politisasi obat oleh presiden AS dan Brasil ini tidak memiliki pembenaran, dan itu menipu orang," katanya kepada AFP.
"Telah terbukti obat ini tidak memiliki efek terhadap COVID-19," imbuhnya.