Kisah Transformasi Masjid Jadi Bar di Israel Terungkit Lagi

Round-Up

Kisah Transformasi Masjid Jadi Bar di Israel Terungkit Lagi

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 18 Jul 2020 05:36 WIB
An Ultra-Orthodox Jewish man, wearing a surgical mask due to the COVID-19 coronavirus pandemic, walks past Israeli flags set up in front of a shop ahead of Israels independence day due later in the week, in the centre of Jerusalem, on April 23, 2020. - Israel will celebrate its 72nd Independence Day on April 28-29 under novel coronavirus regulations, with official events and public celebrations cancelled. Israelis are required to wear faces masks when venturing outside in accordance to a governmental directive in order to combat the spread of COVID-19. (Photo by Emmanuel DUNAND / AFP)
Foto: Bendera Israel (AFP/EMMANUEL DUNAND)
Tel Aviv -

Dunia dihebohkan dengan keputusan Turki mengubah museum Hagia Sophia menjadi masjid. Cerita Israel yang pernah menyulap masjid bersejarah menjadi bar pun terungkit kembali.

Perubahan yang dilakukan Israel pada tahun lalu itu, kini kembali ramai diberitakan menyusul keputusan pemerintahan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengubah monumen ikonik Hagia Sophia menjadi masjid.

Sebagaimana diketahui, Hagia Sophia mulanya dibangun sebagai katedral Kristen di Istanbul. Banyak pihak telah menyatakan kekecewaannya, atas tindakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mengubah status Hagia Sophia menjadi masjid.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Seperti dilansir Gulf News, 14 April 2019, sebuah perusahaan Israel yang terhubung dengan kotamadya Safad di Palestina Utara telah mengubah Masjid Al Ahmar yang berdiri pada abad ke-13 menjadi sebuah bar dan aula pesta pernikahan. Masjid ini merupakan salah satu bangunan bersejarah milik warga Palestina dari abad ke-13 yang berada di Safed.

Masjid Al Ahmar dikuasai oleh geng-geng Yahudi pada 1948. Bangunan ini semula diubah menjadi sekolah Yahudi, kemudian menjadi pusat kampanye pemilu Partai Likud. Sebelum menjadi bar, masjid ini juga sempat digunakan sebagai gudang pakaian.

"Saya terkejut ketika saya melihat aspek sabotase di dalam masjid," kata sekretaris badan abadi Islam Palestina Khair Tabari mengatakan kepada surat kabar yang berbasis di London, Al Qodus Al Arabi.

Bertahun-tahun yang lalu, Tabari mengajukan gugatan ke pengadilan Nazareth, meminta penyerahan masjid ke dana abadi Islam. Namun pengadilan belum memutuskan gugatan tersebut ketika itu.

Tabari mengatakan dia telah mendukung kasusnya dengan dokumen kepemilikan dan daftar harga layanan yang ditawarkan di situs.

Situs ini berganti nama menjadi Khan Al Ahmar untuk mengalihkan perhatian dari kesuciannya sebagai masjid.

Masjid telah mengalami serangkaian perubahan sejak penciptaan Israel pada tahun 1948. Pertama, itu berubah menjadi seminari Yahudi.

Pada tahun 2006, masjid itu menjadi kantor pemilihan untuk Partai Kadima Israel sebelum digunakan sebagai gudang pakaian.

"Masjid Al Ahmar mendapatkan namanya dari batu merahnya. Saat ini, digunakan dalam beberapa cara kecuali sebagai tempat salat bagi umat Islam," kata sejarawan dan penduduk asli Safad, Mustafa Abbas.

"Umat Muslim yang mengunjungi tempat itu menghadapi serangan dari penjajah Yahudi. Masjid ini memiliki nilai sejarah dan arsitektur yang langka karena didirikan oleh Mameluke Sultan Al Daher Baibars (1223-1277 M)," lanjut Abbas.

Sebuah tanda batu di pintu masuk ke masjid menyatakan bangunan itu dibangun pada 1276 Masehi. Otoritas Israel dituduh melanggar batas secara sistematis di situs-situs Islam di wilayah Palestina yang diduduki dengan tujuan melenyapkan identitas mereka.

Halaman 2 dari 2
(rdp/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads