Undang-undang Keamanan Nasional Hong Kong yang disahkan oleh China menuai kritik dari dunia. Namun, China tetap bersikeras untuk memberlakukan UU kontroversial ini.
Seperti dilansir BBC, Selasa (30/6) UU keamanan nasional Hong Kong disahkan oleh Parlemen China pada hari Selasa (30/06). Undang-undang tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional China, demikian menurut laporan beberapa media lokal.
Partai pro-Beijing terbesar di Hong Kong, DAB, membenarkan bahwa undang-undang itu disetujui, dengan mengatakan: "Undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong secara resmi disahkan oleh Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional hari ini."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para kritikus telah lama mengatakan bahwa UU ini melanggar otonomi Hong Kong dan dapat digunakan untuk memberangus perbedaan pendapat. Undang-undang tersebut juga dikhawatirkan akan menghilangkan hak dan kebebasan pusat keuangan global ini.
Ketika masih menjadi RUU, UU Keamanan ini sempat memicu demonstrasi besar-besaran di Hong Kong dan mengundang kecaman internasional sejak diumumkan oleh Beijing pada bulan Mei.
Namun China mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk mengatasi aktivitas separatis, subversi, terorisme, dan kolusi dengan unsur-unsur asing - dan menolak kritik karena dianggap sebagai campur tangan dalam urusannya.
Sementara itu, aktivis demokrasi dari Hong Kong, Joshua Wong, mengatakan dalam akun Twitternya bahwa langkah pemerintah China dalam mengesahkan undang-undang keamanan nasional adalah tanda berakhirnya Hong Kong yang selama ini dikenal oleh dunia.
Joshua Wong, 23, dan wakil pemimpin kelompok pendukung demokrasi di grup Demosisto seperti Agnes Chow dan Nathan Law juga mengumumkan pengunduran diri mereka dari grup itu pada Selasa (30/06) hanya selang beberapa jam setelah laporan bahwa parlemen China mengeluarkan undang-undang keamanan nasional yang kontroversial tersebut. Wong sebelumnya mengatakan ia akan menjadi "target utama" undang-undang itu.
"Jika suara saya tidak akan segera terdengar, saya berharap komunitas internasional akan terus berbicara untuk Hong Kong dan meningkatkan upaya nyata untuk mempertahankan sedikit kebebasan terakhir kami," ujar Joshua Wong di akun Twitternya. Wong mengatakan dirinya tidak akan meninggalkan Hong Kong.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo pun memperingatkan China tentang langkah-langkah baru menyusul diberlakukannya UU ini dan menyebutnya "hari yang menyedihkan".
"Hari ini menandai hari yang menyedihkan bagi Hong Kong, dan bagi orang-orang yang mencintai kebebasan di seluruh Tiongkok," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan seperti dilansir oleh AFP, Rabu (1/7/2020).
Pompeo juga menjelaskan soal instruksi Presiden Donald Trump soal langkah ke depan AS terhadap Hong Kong usai berlakunya UU Keamanan yang kontroversial ini.
"Sesuai instruksi Presiden (Donald) Trump, kami akan menghilangkan pengecualian kebijakan yang memberikan perlakuan berbeda dan khusus Hong Kong, dengan beberapa pengecualian," katanya.
"Amerika Serikat tidak akan berpangku tangan sementara China menelan Hong Kong ke mulut otoriternya," dia memperingatkan.
Hal senada juga disampaikan Mantan penguasa kolonial Hong Kong, Inggris. Inggris menggambarkan hukum itu sebagai "langkah besar" dan "sangat meresahkan".
Tetapi dikatakan perlu lebih banyak waktu untuk menentukan apakah China telah melanggar janji "Satu Negara, Dua Sistem".
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sebelumnya telah menawarkan untuk memperpanjang hak-hak visa bagi jutaan warga Hong Kong jika undang-undang itu ditegakkan.
Chris Patten, gubernur kolonial terakhir Hong Kong, menyebut UU ini "akhir" dari "Satu Negara, Dua Sistem".
Namun, Pemerintah China justru mengecam kritik internasional atas UU tersebut dan menyuruh negara-negara lain untuk tetap diam.
"Apa hubungannya ini dengan Anda?" kata Zhang Xiaoming dari Kantor Urusan Dewan Negara Hong Kong dan Makau.
"Itu bukan urusan Anda," imbuhnya pada konferensi pers seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (1/7/2020).
Para pejabat China bersikeras telah ada konsultasi luas dengan masyarakat Hong Kong mengenai UU keamanan nasional itu.
"Jika yang kita inginkan adalah satu negara, satu sistem, itu akan sederhana," kata Zhang.
"Kami sepenuhnya dapat memberlakukan hukum pidana, prosedur pidana dan hukum keamanan nasional dan hukum nasional lainnya di Hong Kong," ujar Zhang.
"Mengapa kita perlu berupaya keras untuk merumuskan undang-undang keamanan nasional yang dibuat khusus untuk Hong Kong?" imbuhnya.
Zhang juga bersikeras bahwa UU baru -- yang katanya tidak dapat diterapkan secara retrospektif -- hanya menargetkan "sejumlah penjahat" dan "bukan seluruh kubu oposisi".
"Tujuan penetapan Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong jelas bukan untuk menargetkan kamp oposisi Hong Kong, kamp pro-demokrasi, sebagai musuh," katanya.
Sebaliknya, kebijakan Satu Negara, Dua Sistem menunjukkan "toleransi politik" pemerintah, imbuhnya.
Zhang juga mengecam saran mengenai sanksi-sanksi dari negara lain.
"Adapun ... beberapa negara sekarang mengatakan bahwa mereka akan menjatuhkan sanksi berat pada beberapa pejabat Tiongkok, saya pikir ini adalah logika para bandit," cetus Zhang.