Nestapa Maria Ressa Divonis 6 Tahun Penjara Gegara Kritik Presiden Filipina

Round-Up

Nestapa Maria Ressa Divonis 6 Tahun Penjara Gegara Kritik Presiden Filipina

Tim detikcom - detikNews
Senin, 15 Jun 2020 22:03 WIB
Maria Ressa, an executive of online news platform Rappler, speaks to the media after posting bail for tax evasion charges at Regional Trial Court Branch 265 in Pasig City, Metro Manila, in Philippines, December 3, 2018. REUTERS/Eloisa Lopez
Foto: Pemred Rappler Maria Ressa (Dok. REUTERS/Eloisa Lopez)
Manila -

Nestapa menimpa Wartawan terkemuka Filipina dan mantan Pemred Rappler Maria Ressa. Dia diganjar hukuman hingga 6 tahun penjara atas kasus fitnah siber. Banyak yang beranggapan, dia dihukum lantaran mengkritik Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.

Seperti dilansir dari AFP, Senin (15/6/2020), putusan hakim pada Senin (15/6) ini memutuskan kasus persidangan yang bermula dari keluhan pengusaha pada tahun 2017 atas artikel Rappler lima tahun sebelumnya, tentang dugaan hubungannya dengan seorang hakim saat itu di pengadilan tinggi negara.

Perempuan yang diganjar gelar Person of the Year pada 2018 versi majalah Time ini, tidak menulis artikel itu. Selain itu, penyelidik pemerintah awalnya menolak tuduhan pengusaha tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Namun, jaksa penuntut negara kemudian mengajukan tuntutan terhadapnya dan Reynaldo Santos, mantan jurnalis Rappler. Mereka dijerat dengan undang-undang kejahatan dunia maya yang kontroversial, yang ditujukan pada pelanggaran online seperti menguntit dan pornografi anak.

Undang-undang yang dituduhkan pada mereka itu mulai berlaku pada September 2012, beberapa bulan setelah artikel itu diterbitkan.

Tetapi jaksa penuntut mengatakan koreksi tipografis Rappler terhadap cerita pada 2014 untuk mengubah "evation" (evasi) menjadi "evasion" (penghindaran) adalah modifikasi yang substansial dan artikel tersebut karenanya dilindungi oleh hukum.

"Saya telah menjadi kisah peringatan: diam atau Anda berikutnya ... itu bagian dari alasan mengapa saya menjadi sasaran," kata Ressa, salah satu pendiri Rappler dan mantan jurnalis CNN ini minggu lalu.

Ressa (56) dan situs berita Rappler telah menjadi sasaran tindakan hukum dan penyelidikan usai menerbitkan cerita-cerita kritis terhadap kebijakan Duterte, termasuk soal perang melawan narkoba yang telah menewaskan ribuan orang.

Ressa diizinkan untuk tetap bebas dengan jaminan usai vonis tersebut, sembari menunggu kemungkinan banding atas vonis hukuman hingga enam tahun penjara. Untuk diketahui, putusan hakim ini masih belum berkekuatan hukum tetap.

"Kami akan melawan segala bentuk serangan terhadap kebebasan pers," kata Ressa usai menerima vonis hukuman di Manila, Senin (15/6).

Namun, pemerintah Duterte mengatakan kasus itu tidak mengandung muatan politis dan bahwa pihak berwenang harus menegakkan hukum, bahkan terhadap wartawan.

Namun kelompok-kelompok hak asasi manusia dan advokat pers mengatakan tuduhan pencemaran nama baik bersama dengan serangkaian kasus pajak terhadap Rappler dan langkah pemerintah untuk menghapus jumlah lisensi situs berita adalah bentuk pelecehan negara.

Amnesty International mengatakan "serangan" terhadap Rappler adalah bagian dari tindakan keras pemerintah terhadap kebebasan media di Filipina.

Putusan terhadap Ressa datang lebih dari sebulan, setelah regulator pemerintah menutup siaran ABS-CBN, media nasional Filipina.

Baik Rappler dan ABS-CBN telah melaporkan secara luas tentang kampanye anti-narkoba yang dicanangkan Duterte, di mana polisi telah menembak mati para kurir dan pengguna narkoba.

Pada tahun 2018, Duterte mengecam Rappler sebagai "outlet berita palsu" dan kemudian melarang Ressa dan rekan-rekannya meliput kegiatan publiknya.

Halaman 2 dari 2
(rdp/lir)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads