Hampir seluruh negara di dunia bertarung melawan virus Corona, termasuk Jerman. Kebijakan social distancing pun sudah diterapkan sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Sebagai bentuk antisipasi, fenomena mengadukan pelanggaran social distancing justru muncul di negeri bekas kekuasaan Nazi itu. Warga yang bertetangga saling mengadukan karena tidak taat aturan menjaga jarak sosial.
Untuk diketahui, saling lapor antar tetangga merupakan sesuatu yang sangat sensitif di Jeman. Di mana di sana masih dihantui oleh kenangan Nazisme dan bekas kediktatoran komunis di Jerman Timur, dua rezim di mana memberi informasi kepada orang lain telah menjadi kebijakan nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istilah 'Duninziant' ("pengadu") bahkan telah menjadi tren di Twitter. Mengutip dari AFP, Kamis (30/4/2020), insiden pengaduan pelanggaran social distancing pertama kali terjadi pada Minggu (26/4). Pada akhir bulan April yang cerah, setidaknya ada 20 orang yang sedang menikmati barbeque di Kota Schwerin, Jerman Utara.
Namun, pesta kecil puluhan warga itu tak berujung kesenangan. Polisi membubarkan kegiatan barbeque tersebut dan mengganjar denda 20 orang tersebut lantaran melanggar jarak sosial untuk memutus Corona.
20 orang itu didenda akibat laporan tetangganya sendiri yang merasa geram dengan prilaku 'kumpul-kumpul' di tengah pandemi. Si tetangga bahkan memamerkan aksinya melaporkan aktivitas kelompok itu di media sosial.
Hal ini yang kemudian membuka perdebatan sengit tentang kembalinya budaya 'pengaduan' di Jerman dan apakah itu dapat diterima dalam krisis saat ini.
"Semua ini tampaknya mengkonfirmasi prasangka mendalam yang dimiliki Jerman terhadap diri mereka sendiri: Bahwa ketika ragu, sebagian dari populasi bersedia menjadi perpanjangan kekuasaan negara," profesor psikologi Christian Stoecker sebagaimana dilansir Der Spiegel.
Ternyata, fenomena saling lapor ini tak hanya terjadi di Jerman. Pengamatan serupa telah dilakukan di negara-negara di seluruh dunia di mana lockdown telah diberlakukan.
Di Selandia Baru, di Afrika Selatan juga terjadi panggilan anonim yang menyebabkan pernikahan terputus, kemudian di Prancis nomor darurat 17 telah dibanjiri panggilan.
Di Jerman, polisi menerima beberapa ratus pengaduan sehari melalui panggilan telepon, email dan media sosial. Menurut Sven Mueller, juru bicara kepolisian kota, di Munich saja, sekitar 100 hingga 200 warga negara menelepon setiap hari untuk melaporkan warga yang melanggar aturan jaga jarak.
Di negara bagian Brandenburg, yang mengelilingi Berlin, polisi melakukan intervensi dalam 2.930 pelanggaran aturan jarak sosial antara 20 Maret dan 7 April.
"Sekitar dua pertiga dari kasus ini terkait dengan laporan dari warga," kata juru bicara kepolisian Stefanie Klaus.
Mayoritas keluhan adalah tentang orang yang memasuki ruang publik seperti stadion, pesta di rumah pribadi atau mobil dengan plat nomor dari luar daerah.
Seorang profesor kriminologi dan sosiologi di Akademi Kepolisian Hamburg, Rafael Behr, menerangkan, fenomena ini bersifat universal. Dan, lebih sering terjadi di daerah perkotaan, di mana orang saling bergantung dibandingkan di daerah berpenduduk kurang yang memiliki lebih banyak ruang.
"Aksi pengaduan akan meningkat, seperti halnya tindakan solidaritas," katanya memperkirakan.
Dia menjelaskan bahwa akan ada sikap antisosial dan krisis kepercayaan.
"Semakin lama keadaan darurat berlangsung, semakin banyak orang antisosial akan menjadi dan semakin banyak ketidakpercayaan dan kecurigaan akan berkembang, misalnya tentang apakah tetangga Anda bisa menulari orang lain," ungkap.