AS Suntik Mati Napi Gay yang Sebut Persidangannya Dinodai Homofobia

AS Suntik Mati Napi Gay yang Sebut Persidangannya Dinodai Homofobia

Novi Christiastuti - detikNews
Selasa, 05 Nov 2019 17:01 WIB
Charles Rhines (AFP Photo/HO)
South Dakota - Otoritas negara bagian South Dakota, Amerika Serikat (AS), mengeksekusi mati seorang narapidana (napi) kasus pembunuhan yang menyebut para juri dalam persidangannya penuh prasangka terhadapnya karena dia seorang gay atau homoseksual.

Seperti dilansir AFP, Selasa (5/11/2019), narapidana bernama Charles Rhines (63) ini disuntik mati pada Senin (4/11) waktu setempat, setelah Mahkamah Agung menolak permohonan banding terakhir yang diajukan pengacaranya, yang mengklaim persidangan kliennya ternoda. Rhines dijatuhi vonis mati pada tahun 1993 lalu atas pembunuhan seorang pegawai pada toko yang dirampoknya di pinggiran South Dakota.

"Sangat menyedihkan dan sangat tidak adil bahwa negara bagian South Dakota hari ini mengeksekusi mati Charles Rhine, seorang pria gay, tanpa pengadilan pernah mendengarkan bukti bahwa prasangka (anti) gay mempengaruhi keputusan juri pengadilan untuk menjatuhkan vonis mati terhadapnya," sebut pengacara Rhines, Shawn Nolan, dalam pernyataannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menurut dokumen pengadilan dari pihak Rhines, salah satu juri pengadilan yang memutuskan untuk menjatuhkan hukuman mati sempat menyatakan bahwa 'kita juga tahu bahwa dia (Rhines) seorang homoseksual dan berpikir bahwa dia tidak seharusnya menghabiskan hidupnya dengan para pria di penjara'.

Seorang juri pengadilan lainnya, menurut dokumen pengadilan itu, menyatakan bahwa 'ada banyak diskusi soal homoseksualitas' dan 'ada banyak rasa jijik'.

"Prasangka anti-gay tidak seharusnya berperan dalam penjatuhan putusan mati terhadap seseorang," tegas Nolan dalam pernyataannya.

Kasus Rhines ini mendapat dukungan dari Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU), yang salah satu pengacara seniornya, Ria Tabacco Mar, mengutip pernyataan Kepala Mahkamah Agung AS John Roberts bahwa 'hukum kita menghukum orang atas apa yang mereka lakukan, bukan karena siapa mereka'.

Tahun lalu, tim pengacara Rhine mengajukan banding ke Mahkamah Agung untuk mengambil alih kasus ini dan memperluas putusan tahun 2017 yang mengizinkan pemeriksaan terhadap pertimbangan juri pengadilan, yang diyakini ada alasan kuat untuk mencurigai adanya prasangka rasial. Namun Mahkamah Agung menolak banding itu, tanpa menjelaskan alasannya.

"Baik prasangka rasial dan prasangka anti-gay tidak memiliki tempat dalam sistem peradilan. Keduanya membahayakan kepercayaan publik terhadap keadilan dalam sistem, khususnya saat para juri harus memutuskan antara penjara seumur hidup dan hukuman mati," sebut Nolan.


Dalam penegasannya, kantor Jaksa Agung South Dakota menyebut bahwa para juri pengadilan menjatuhkan vonis mati setelah mendengar rekaman pengakuan Rhines dan bukan karena orientasi seksualnya.

"Para juri telah menyatakan bahwa mereka menjatuhkan vonis mati karena sifat tak berperasaan dan kekejian dalam pembunuhan yang terjadi dan, sebagian besar, karena pengakuan Rhines yang mengerikan, di mana dia tertawa kecil saat membandingkan kejang-kejang sebelum kematian (korbannya) dengan ayam yang dipenggal kepalanya lalu berlarian di sekitar peternakan," tandas kantor Jaksa Agung South Dakota.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads