Seperti dilansir AFP, tuntutan tersebut dilayangkan para pendemo yang menolak kriminalisasi penggunaan masker saat demo, Minggu (6/10/2019). Larangan menggunakan masker didasarkan pada undang-undang (UU) darurat era-kolonial, Emergency Ordinance Regulations (ERO), yang mengizinkan pemimpin Hong Kong membuat 'aturan apapun' dalam keadaan darurat atau bahaya publik, tanpa persetujuan parlemen.
Pengacara dari pihak prodemokrasi mengajukan gugatan untuk menolak larangan tersebut. Momen pertama ERO diberlakukan dalam 52 tahun terakhir di Hong Kong. Terakhir kali, ERO digunakan oleh Inggris untuk menangani kerusuhan mematikan tahun 1967 silam yang diwarnai pengeboman dan pembunuhan hingga menewaskan sedikitnya 50 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota parlemen Hong Kong Dennis Kwok menentang aturan tersebut. Dia menyamakan otoritas saat ini sama dengan Raja Inggris Henry VIII yang otokratis.
"Saya akan mengatakan ini adalah salah satu kasus konstitusional paling penting dalam sejarah Hong Kong. Jika undang-undang darurat ini hanya disetujui, maka Hong Kong akan dianggap sebagai lubang yang sangat hitam," tambahnya, yang sebelumnya menyamakan Lam dengan raja Inggris Henry VIII yang otokratis," ucap Denis Kwok.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini