Hal itu disampaikan Rouhani dalam pembicaraan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron via telepon pada Rabu (11/9) waktu setempat. Dalam percakapan tersebut, Rouhani mengatakan bahwa AS telah melanggar komitmen-komitmennya berdasarkan kesepakatan nuklir tahun 2015 usai memutuskan mundur dari kesepakatan itu pada Mei 2018.
"Dari sudut pandang pemerintah, parlemen dan rakyat Iran, selama masih ada sanksi-sanksi, maka tak ada gunanya bernegosiasi dengan AS," ujar Rouhani seperti dilansir media Iran, Press TV, Kamis (12/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, AS mundur dari kesepakatan nuklir negara-negara besar dengan Iran, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 8 Mei 2018 lalu. Keputusan Presiden AS Donald Trump itu disayangkan oleh seluruh penandatangan dan dikecam keras oleh Iran. Setelah mundur, AS pun segera menetapkan sanksi-sanksi terhadap Iran.
Sebagai balasan, Iran kembali melakukan pengayaan uranium hingga melewati batas yang ditetapkan oleh JCPOA. Iran telah mengumpulkan lebih banyak uranium yang diperkaya (enriched uranium) di atas 3,67 persen yang diizinkan oleh perjanjian.
Tiga negara Eropa: Prancis, Inggris, dan Jerman khawatir bahwa pakta multilateral untuk membatasi ambisi nuklir Iran yang diteken pada 2015 akan hancur berantakan. Kekhawatiran tersebut dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara negara-negara Barat dengan Iran di Teluk Persia. Negara-negara Eropa itu pun menyerukan seluruh pihak untuk kembali ke meja perundingan.
Kepada Macron, Rouhani mengatakan bahwa Iran siap untuk melanjutkan implementasi kesepakatan nuklir tersebut setelah kesepakatan dengan tiga negara Eropa untuk menerapkan kesepakatan tersebut terpenuhi.
Menanggapi itu, Macron mengatakan bahwa pemerintahnya akan terus melakukan upaya untuk mengimplementasi kesepakatan nuklir tersebut. Kedua pemimpin juga sepakat untuk terus melakukan pembicaraan. (ita/ita)











































