Seperti dilansir AFP, Selasa (6/8/2019), tiga anak muda yang mewakili para demonstran tampil dalam konferensi pers langka dengan memakai pakaian warna hitam dan helm konstruksi berwarna kuning yang menjadi ciri khas demonstran antipemerintah di Hong Kong.
Tiga anak muda yang terdiri dari dua pemuda dan satu wanita muda ini kompak memakai masker untuk menutupi identitas mereka. Mereka menyebut konferensi pers itu sebagai konferensi pers sipil 'dari rakyat, untuk rakyat'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hong Kong yang merupakan kota semi-otonomi bagian dari China, diguncang aksi protes besar-besaran selama dua bulan terakhir. Tak jarang, aksi protes ini berujung bentrokan dengan polisi setempat.
Unjuk rasa yang awalnya memprotes rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi ini semakin meluas dan dinilai semakin meningkatkan jumlah demonstran garis keras yang menjadi ancaman terbesar bagi China sejak penyerahan Hong Kong dari Inggris tahun 1997 lalu.
Namun unjuk rasa yang berlangsung di Hong Kong sebagian besar tanpa pemimpin dan digerakkan melalui media sosial serta aplikasi pesan pada telepon genggam. Penampilan perwakilan demonstran Hong Kong dalam konferensi pers dengan setting formal pada Selasa (6/8) ini menjadi momen pertama.
"Platform ini dimaksudkan untuk bertindak sebagai penyeimbang bagi monopoli pemerintah dalam pembahasan politik untuk isu ini," ujar demonstran Hong Kong, sembari menegaskan mereka tidak terkait dengan kelompok maupun partai politik mana pun.
Konferensi pers langka ini digelar sehari setelah aksi mogok massal memicu pembatalan ratusan penerbangan di Bandara Internasional Hong Kong. Bentrokan juga dilaporkan pecah di belasan titik yang menjadi lokasi unjuk rasa.
Pemerintah Hong Kong dalam pernyataan pada Senin (5/8) kemarin mengecam unjuk rasa terbaru. "Kekerasan yang secara bertahap menyebar dan semakin meluas dengan cepat sungguh keterlaluan, dan mendorong Hong Kong ke ambang situasi yang sangat berbahaya," demikian disampaikan.
Para demonstran menanggapi kecaman itu. "Pemerintahan saat ini harus bertanggung jawab atas kemarahan publik, tapi mereka memilih menghindar dari tanggung jawab. Perilaku memalukan seperti itu harus dikecam," cetus para demonstran Hong Kong.
Demonstran juga mengkritik Kepolisian Hong Kong yang mereka sebut 'kehilangan disiplin diri ... dan tidak kompeten menjalankan tugas penegakan hukum'.
Para demonstran juga menekankan seruan untuk pergerakan memperjuangkan kebebasan demokratis di kota yang pemimpinnya dipilih oleh komisi pro-China. "Mengupayakan demokrasi, kebebasan dan kesetaraan adalah hak yang tidak bisa dicabut dari setiap warga. Oleh karena itu, kami menyerukan kepada pemerintah untuk menahan diri dari memusnahkan hak-hak kami dalam mewujudkan nilai-nilai universal ini," tegas mereka.
Berdasarkan kesepakatan penyerahan dengan Inggris tahun 1997, Hong Kong memiliki hak dan kebebasan yang tidak dipraktikkan di wilayah China daratan, termasuk peradilan independen dan kebebasan berbicara. Namun banyak pihak menyebut hak dan kebebasan itu dibatasi.
Para demonstran dalam aksinya menuntut pencabutan RUU ekstradisi secara permanen dari pembahasan di Dewan Legislatif Hong Kong, juga menuntut digelarnya penyelidikan independen terhadap taktik kepolisian -- terkait bentrokan yang memicu korban luka dan menuntut amnesti untuk demonstran yang ditangkap. Tak hanya itu, para demonstran juga menuntut pengunduran diri pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, serta menuntut hak untuk memilih sendiri pemimpin Hong Kong.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini