Kebingungan Trump yang Memicu Pembatalan Serangan ke Iran

Round-Up

Kebingungan Trump yang Memicu Pembatalan Serangan ke Iran

Novi Christiastuti - detikNews
Minggu, 23 Jun 2019 07:30 WIB
Presiden AS Donald Trump (REUTERS/Carlos Barria)
Washington DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara tidak biasa mengungkapkan alasannya membatalkan serangan militer ke Iran yang bertujuan membalas aksi Iran menembak jatuh drone militer AS di Selat Hormuz. Trump menganggap tidak sepadan jika serangan ke drone dibalas serangan udara yang bisa memakan korban jiwa.

Dalam pernyataan via Twitter, Trump mengakui dirinya mencabut perintah serangan sekitar 10 menit sebelum serangan udara dilancarkan terhadap tiga target di wilayah Iran. Trump menyimpulkan bahwa serangan militer tidak akan menjadi respons yang 'sepadan' terhadap aksi Iran menembak jatuh drone militer AS.

Demikian seperti dilansir AFP dan CNN, Sabtu (22/6/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Diketahui bahwa drone pengintai militer AS, Global Hawk RQ-4 -- yang harganya mencapai US$ 110 juta (Rp 1,5 triliun) -- ditembak jatuh oleh rudal Iran saat mengudara di perairan antara Selat Hormuz dan Teluk Oman pada Kamis (20/6) lalu. Pentagon menyatakan drone militer itu terbang di atas perairan internasional saat ditembak jatuh. Namun Korps Garda Revolusi Iran menyatakan drone itu 'melanggar wilayah udara Iran' dengan terbang di atas perairan Provinsi Hormozgan.

"Kami siap beraksi untuk membalas, semalam, terhadap tiga target berbeda ketika saya bertanya, berapa banyak yang akan tewas. 150 orang, Pak, adalah jawaban dari seorang Jenderal," ucap Trump dalam pernyataannya via Twitter.

"10 menit sebelum serangan, saya menghentikannya, tidak sepadan dengan menembak jatuh sebuah drone tanpa awak," terangnya.

Menurut para pengamat, pernyataan Trump via Twitter merangkum secara sempurna keraguan yang menyelimuti Gedung Putih, yang dijuluki sebagai 'kantor paling berpengaruh di dunia'. Di satu sisi, Trump membanggakan soal 'siap beraksi'. Namun di sisi lain, Trump mengambil keputusan cinta damai dengan membatalkan rencana serangan demi menghindari hilangnya nyawa 150 orang.

Tidak hanya itu, para pengamat juga menilai keputusan Trump yang diambil di menit-menit akhir ini menunjukkan kebingungannya soal perang. Trump dinilai ingin menjadi sosok yang gemar berperang, tapi di sisi lain dia ingin menghindari perang.

"Dia (Trump-red) memiliki dua naluri. Satu adalah kewaspadaan, meyakini bahwa perang tak berkesudahan dan terus-menerus telah menghabiskan terlalu banyak biaya bagi Amerika Serikat," sebut Rob Malley, mantan penasihat Barack Obama, yang kini memimpin International Crisis Group. "Naluri lainnya adalah ingin terlihat seperti seseorang yang kuat, yang tidak gampang ditekan," imbuhnya.

Terlepas dari itu, pengakuan yang disampaikan Trump tergolong sangat tidak biasa bagi seorang Presiden AS. Hal semacam ini memberikan gambaran soal perdebatan internal yang terjadi sejak lama di dalam Gedung Putih terkait kebijakan Timur Tengah.


Perdebatan itu terlihat dari informasi yang diungkap Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Senat AS, James Risch yang turut hadir di Situation Room, Gedung Putih saat pengambilan keputusan dilakukan. Risch yang seorang Senator Idaho dari Partai Republik ini menyebut dalam rapat pada Kamis (20/6) sore, Trump tampak 'menderita'.

Pernyataan Risch merujuk pada dilema yang dialami Trump saat itu. Dia dihadapkan pada dua pilihan, dengan tim penasihat keamanan yang bersikeras melancarkan serangan ke Iran untuk menunjukkan ketegasan AS, namun di sisi lain Trump tak ingin berperang. Para anggota parlemen AS yang dekat dengan Trump dan turut hadir terus mengingatkan Trump akan janjinya mengeluarkan AS dari perang tak berkesudahan di Timur Tengah dan mendorongnya tetap menahan diri.

"Saya sungguh-sungguh melihatnya menderita atas semua ini. Semuanya (keputusan) mengerucut pada satu pria," sebut Risch seperti dilansir CNN.


Setelah sempat menyetujui serangan untuk dilancarkan pada Kamis (20/6) malam waktu AS, Trump akhirnya mencabut perintahnya pada saat-saat terakhir. Sumber pejabat AS menyebut pada Jumat (21/6) pagi, Trump merasa senang dengan keputusannya membatalkan serangan dan merasa itu adalah keputusan yang benar.

Jajaran militer AS juga disebut merasa lega karena Trump tidak mengambil keputusan penting, yakni melancarkan serangan, yang didasari ketidakpastian.

Halaman 2 dari 2
(nvc/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads