Dilansir dari Reuters, Jumat (3/5/2019), unjuk rasa itu terjadi di kota Cotonou. Para demonstran memprotes pembatasan partai oposisi untuk ikut dalam Pemilu.
Pemilu parlemen di Benin sendiri digelar pada Minggu (28/4) dan hasilnya diumumkan Selasa (30/4). Ratusan orang pun telah memprotes sejak Rabu (1/5) dengan membakar ban dan menyerukan Presiden Patrice Talon untuk mundur.
Kerusuhan sebenarnya hal langka di negara berpenduduk 11 juta jiwa yang dipandang sebagai benteng stabilitas di Afrika Barat. Pasukan keamanan, yang didukung oleh kendaraan militer lapis baja disebut menggunakan senjata api untuk membubarkan protes, kata dua saksi Reuters.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerusuhan tersebut menyusul keputusan komisi pemilihan umum untuk tidak meloloskan partai oposisi dalam pemilihan. Alasannya, mereka tidak dapat memenuhi kriteria ketat berdasarkan undang-undang pemilu yang baru untuk mengajukan kandidat.
Presiden Talon pun membantah dirinya terlibat, dan menyebut hal itu berasal dari hukum. Hasil yang diumumkan pada Selasa menempatkan dua partai yang setia kepada Talon total kontrol di parlemen. Pendukung saingan Talon, mantan presiden Thomas Boni Yayi pun melancarkan protes.
(aik/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini